BAB I
PERANAN METODOLIGI ANALISIS KEBIJAKAN
DALAM PROSES PEMBUATAN KEBIJAKAN
Komunikasi dan penggunaan pengetahuan yang relevan dengan kebijakan adalah
sentral dalam praktik dan teori analisis kebijakan. Hanya jika pengetahuan tentang proses pembuatan kebijakan
dikomunikasikan di dalam proses tersebut para pelaku kebijakan dapat
menggunakan tersebut untuk memperbaiki kebijakan publik. Sementara itu
metodologi analisis kebijakan adalah sistem standar, aturan, dan prosedur untuk
menciptakan, secara kritis menilai, dan mengkomunikasikan pengetahuan yang
relevan dengan kebijakan. Metodologi analisis kebijakan mempunyai bebrapa
karakteristik utama : perhatian yang tinggi pada perumusan dan pemecahan
masalah, komitmen kepada pengkajian baik yang sifatnya deskriptif maupun kritik
nilai, dan keinginan untuk meningkatkan efisiensi pilihan di antara sejumlah
alternatif kebijakan. Adapun pengetahuan dipahami sebagai suatu kepercayaan
tentang kebenaran yang masuk akal (plausibel) dibandingkan kepastian.
Probabilitas statistik memainkan peranan sekunder atau pendukung dalam
menegakkan klaim pengetahuan yang plausibel.
Evolusi analisis kebijakan lebih dari 50 tahun yang silam telah
menghasilkan kesepakatan besar tentang metodologi yang tepat. Hal ini terlihat
dalam perubahan historis dalam melakukan penilaian tentang masalah-masalah
sosial, ketidakpuasan terhadap positivisme logis sebagai teori pengetahuan, dan
tanggapan terhadap pelajaran yang diambil dari penelitian yang dilakukan
tehadap program-program sosial selama masa masyarakat besar (the great
society). Berdasarkan atas pengalaman ini dan pengalaman-pengalaman lainnya,
metodologi analisis kebijakan telah digeser dari sederatan disiplin-disiplin
ilmu sosial yang berdiri sendiri sintesis lintas disiplin yang disebut
multiplisme kritis. Multiplisme kritis didasarkan pada prinsip triangulasi dan
beberapa tuntunan atau aturan penting : operasionalisme berganda, riset
multimetode, sintesis analitis berganda, dan komunikasi multimedia. Semua
tuntunan tersebut tidak perlu diobservasi dalam setiap analisis.
Tipe informasi yang dihasilkan oleh analis kebijakan adalah masalah
kebijakan, masadepan kebijakan, aksi kebijakan, hasil kebijakan, dan kinerja
kebijakan. Kelima tipe tersebut diperoleh melalui lima prosedur analisis kebijakan,
yaitu perumusan masalah, peramalan, rekomendasi, pemantauan, dan evaluasi.
Prosedur-prosedur analisis kebijakan tersebut berhubungan dengan metode-metode
atau teknik-teknik tertentu yang membantu menghasilkan tipe informasi tertentu.
Informasi yang didasarkan pada pernyataan pengetahuan menjadi pengetahuan
(kepercayaan tentang kebenaran yang masuk akal) setelah pernyataan tersebut
bertahan dari kritik, tantangan, dan sanggahan yang ditemui dalam debat
kebijakan. Analisis kebijakan adalah suatu aktivitas intelektual yang dilakukan
dalam proses politik. Proses ini dapat divisualkan sebagai proses pembuatan
kebijakan, yang memiliki lima tahap penting : penyusunan agenda, formulasi
kebijakan, adopsi kebijakan, implementasi kebijakan, dan penilaian kebijakan.
Prosedur analisis kebijakan tertentu tepat untuk menghasilkan informasi pada
tahap tertentu dari proses pembuatan kebijakan.
Analisis kebijakan adalah awal, bukan akhir, dari upaya memperbaiki proses
pembuatan kebijakan. Sebelum informasi
yang relevan dengan kebijakan dapat
digunakan oleh pengguna yang dituju, informasi tersebut harus dirakit dalam
bentuk dokumen yang relevan dengan kebijakan dan dikomunikasikan dengan
berbagai bentuk presentasi. Seluruh proses komunikasi kebijakan mempunyai empat
tahap: analisis kebijakan, pengembangan isi pengkomunikasian yang interaktif,
dan pemanfaatan pengetahuan. Keterampilan yang diperlukan untuk membuat dokumen
kebijakan dan presentasi lisan berbeda denga keterampilan yang diperlukan dalam
melakukan analisis kebijakan. Pemanfaatan pengetahuan oleh pelaku kebijakan
adalah merupakan proses yang kompleks yang terdiri dari tiga dimensi yang
saling bergantung : komposisi pemakai, efek penggunaan, dan lingkup pengetahuan
yang digunakan. Interaksi antara tiga dimensi itu menjadi dasar menilai dan
memperbaiki peranan analisis kebijakan dam prises pembuatan kebijakan.
Analisis kebijakan tidak bermaksud mengganti politik dengan menegakkan
semacam elit teknokratis. Tujuan demikian bukan saja tidak perlu dalam negara
demokratis. Hal semacam ini juga tidak perlu terjadi dalam lembaga-lembaga saat
ini yang ditandai oleh berbagai bentuk kacaunya kognisi, keputusan yang
terputus-putus, sistem interpretasi yang kusut, dan anarki yang terorganisasi.
Dalam mempromosi pemanfaatan pengetahuan yang releven dengan kebijakan,
analisis kebijakan berusaha untuk memudahkan proses belajar induvidual dan
kolektif, termasuk memperbaiki kebijakan, melalui interaksi komunikasi dan
debat politik.
BAB II
METODOLOGI,
METODE, DAN TEKNIK ANALISIS KEBIJAKAN
Analisis kebijakan dalam pengertiannya yang paling luas
melibatkan hasil pengetahuan tentang dan didalam proses kebijakan. Usaha awal
penetapan peraturan yang sah, aktivitas penasehat kerajaan pada abad
pertengahan, pekerjaan statistik abad sembilan belas, dan penerapan analisis
sistem pada saat ini adalah cocok dengan defenisi yang luas dari analisis
kebijakan. Secara historis, tujuan analisis kebijakan adalah menyediakan
informasi bagi pembuat kebijakan untuk dijadikan bahan pertimbangan yang nalar
guna menemukan pemecahan masalah kebijakan. Dengan demikian, analisis kebijakan
memiliki dasar orientasi praktis yang dalam banyak hal menjadikannya sama
dengan ilmu sosial terapan. Metodologi, metode, dan teknik analisis kebijakan
telah berubah dengan nyata sepanjang sejarah. Tetapi analisis kebijakan secara
eksplisit hanya menjadi empiris dan kuantitatif pada periode setelah revolusi
industri. Ketikan analisis kebijakan abad dua puluh mengikuti tradisi yang
telah ditetapkan pada abad sebelumnya, lima puluh tahun yang lalu telah telihat
peningkatan profesionalisasi analisis kebijakan dan pelembagaannya di
pemerintahan. Pada periode setelah Perang Dunia II pendekatan analysentrik
mulai mendominasi analisis kebijakan.
Evolusi analisis kebijakan umumnya telah mengikuti
perubahan di dalam masyarakat. Salah satu perubahan besar di dalam masyarakat
adalah tubuhnya wilayah perkotaan di Mesopotamia dan kemudian di India, China,
dan Yunani. Pada periode abad pertengahan peradaban perkotaan menjadi lebih
kompleks dengan adanya diferensiasi dan spesialisasi peran analisis kebijakan
terutama permasalahan keuangan, perang, dan hukum. Transformasi utama di dalam
produksi pengetahun kebijakan terjadi sebagai akibat dari Revolusi Industri dan Jaman Pencerahan, keduanya diikuti oleh
pertumbuhan stabilitas politik di antara kekacauan sosial. Pada abad duapuluh
analisis kebijakan mengalami perkembangan, pertama untuk menanggapi kelesuan
ekonomi dan perang, dan kemudian sebagai reaksi terhadap pemerintah yang tumbuh
secara dramatis. Sesudah Perang Dunia II kita melihat pertumbuhan masyarakat
pasca-industri di mana kelas teknis-profesional yang terdidik telah mencapai
posisi menonjol yang tidak terduga seperti periode sebelumnya.
Terdapat sedikitnya dua cara untuk menjelaskan evolusi
sejarah analisis kebijakan dari dulu hingga saat ini. Menurut salah satu
pendekatan (bimbingan teknokratis) pengetahuan kebijakan adalah sumberdaya
langka yang kepemilikannya dapat meningkatkan kekuatan dan pengaruh analis
kebijakan yang profesional. Pendekatan yang lain (konseling teknokratis)
sebaliknya menyatakan bahwa peran utama analis kebijakan adalah untuk
mengesahkan keputusan kebijakan yang dibuat oleh pemegang kekuasaan.
Masing-masing pendekatan membantu didalam beberapa hal untuk menjelaskan
perubahan sejarah, tetapi keduanya cenderung untuk melebih-lebihkan kekuasaan
dan pengaruh analis kebijakan dengan alasan yang berbeda. Pendekatan bimbingan
teknokratis terlalu berlebihan menilai pengaruh analis di dalam membentuk
pilihan kebijakan yang penting, sebaliknya pendekatan konseling teknokratis salah
dalam menilai kepentingan simbolis dari analis dalam mengesahkan keputusan
kebijakan yang dibuat pada dasar-dasar politik.
Apapun keputusan akhir dari kontorversi tersebut, adalah
jelas bahwa lingkungan masyarakat pada saat ini dan masalahnya telah berubah
secara dramatis. Usaha-usaha untuk mengembangkan prosedur yang baru dan lebih
baik untuk hasil informasi yang akan memberi sumbangan kepada resolusi
permaslahan publik bukanlah semata-mata tugas intelektual ataupun tugas ilmiah,
tetapi pada dasarnya bersifat politis. Analisis kebijakan melekat di dalam
proses politik yang merefleksikan konflik nilai dari beberapa kelompok
masyarakat yang memperjuangkan visi mereka sendiri tentang pengembangan sosial.
BAB III
KARAKTERISTIK
DAN PERANAN ANALISIS KEBIJAKAN
DALAM
MEMECAHKAN MASALAH
Sebagai
suatu disiplin terapan,
analisis kebjakan mengambil dari berbagai disiplin yang tujuannya bersifat
deskriptif, evaluatif
dan normatif.
Analisis kebijakan meminjam tidak hanya dari ilmu social dan perilaku, tetapi
juga dari administrasi publik, hokum, filsafat, etika dan cabang-cabang sistem
analisis dan matematika terapan. Analisis kebijakan di harapkan untuk
menghasilakan dan mentransformasikan informasi tentang nilai-nilai,
fakta-fakta, dan tindakan-tindakan. Ketiga macam tipe informasi tersebut di
hubungkan dengan tiga pendekatan analisis kebijakan, yaitu: empiris, evaluatif, dan normatif. Rekomendasi
merupakan proses rasional dimana para analisis memproduksi informasi dan
argument-argumen yang beralasan tentang solusu-solusi yang potensial dari
masalah-masalah publik. Advokasi kebijakan (policy advocacy) tidak harus
dicampuradukan dengan pertimbangan emosional, proram ideologis, ataupun aktivisme
politik yang sederhana.
Prosedur-prosedur yang
paling untuk memecahkan masalah-masalah kemanusiaan (deskripsi, prediksi,
evaluasi, preskripsi) dapat di bandingakan dan di pertentangkan menurut waktu
kapan prosedur-prosedur tersebut digunakan (sebelum vs. sesudah tindakan) dan
jenis pertanyaan yang sesuai (empiris, valuatif, normative). Prosedur-prosedur
umum tersebut
berhubungan dengan prosedur-prosedur analisis kebijkan seperti pemantauan,
peramalan, evaluasi, dan rekomendsi. Sebagai tambahan satu metode analisis
kebijakan tidak mempunyai hubungan langsung dengan satu prosedur umum, yaitu
perumusan masalah. Meode-metode analisis kebijakan secara hierarkis berhubungan
dan saing tergantung. Beberapa metode analisis kebijakan (sebagai contoh,
pemamtauan) dapat diguanakan secara sendirian, semenatara yang lain (sebagai
contoh evalusi) harus didahului dengan penggunaan metode lainnya. Rekomendasi
harus didahului dengan penggunaan metode pemantauan, evaluasi, dan peramalan.
Setiap rekomendasi merupakan suatu penggabungan antara premis factual dan premis nilai.
Pengetahuan tentang apa
itu fakta, apa itu nilai, dan apa yang dilakukan (tindakan) mengahruskan
penggunaan berbagai metode pengkajian dan argumentasi untuk memproduksi dan
mentransformasikan informasi mengenail masalah kabijakan, masa depan kebijakan,
aksi kebijakan, hasil kebijakan, dan kinerja kebijakan. Para analisis kebijakan
berusaha tidak hanya untuk memproduksi informasi tetapi juga untuk
mentransformasikan informasi tersebut sebagai bagian dari klaim pengetahuan dan
argument kebijakan. Argument-argumen kabijakan mencerminkan alas an mengapa
kelompok-kelompok masyrakat tidak setuju pada alternative tindakan tertentu
yang dapat diambil pemerintah dan menjadi sarana utama untuk melangsungkan
debat tentang isu-isu publik. Setiap arguemen kebijakan mempunyai enam elemen:
informasi yang relevan dengan kebijakan, klaim kebijakan, pembenaran, dukungan
, hambatan, dan penguat. Hubungan diantara elemen-elemen tersebut menunjukan
bagaimana informasi dapat ditransformasikan ke dalam keyakinan (pengethuan)
yang murni dan masuk akal.
Analisis
kebijakan pada dasarnya merupakan suatu proses kognitif, sementara pembantuan
kabijakan bersiafat politis. Banyak factor selain dari metedoligi yang
menentukan cara-cara bagaimana analisis kebijakan digunakan dalam proses
pembuatan kabijakan. Para analisis kebijakan merupakan satu dari banyak tipe
pelaku kabijkan lainnya dalam sistem kebijakan. Isu kebijakan yang ada
merupakan hasil dari definisi-definisi yang diperdebatkan mengenai amsalah
kebijakn. Definisi mengenai masalah-masalah kebijakan dibuat dengan pola
keterlibatan pelaku kebijakan yang berbeda dan tangapan mereka terhadap
lingkungan kebijakan yang sama. Sistem kebijakan bersifat dialektis. Sistem
kebijakan merupakan kreasi subyektif dari para pelaku kebijakan: sistem
kebijakan merupakan realitas objektif: dan tanggapan mereka terhadap lingkungan
kebijakan yang sama. Sebagai suatu proses pengkajian, analisis kebijakan
terdiri dari tiga elemen: metode analisis kebijakan, komponen informasi
kebijakan, dandan transformasi informasi kebijakan, meyode-metode dan infomrasi
bersifat saling bergantung. Proses analisis kebijakan dapat diterangkan sebagai
logika yang terkontruksi dan logika terpakai. Logika terpakai dari seorang
analisis dapat dipengaruhi oleh kendala waktu dan sumber daya, gaya kognitif,
dan sosialisasi professional.
Terdapat tiga bentuk utama analisis kebijakan,
retrospektif, prospektif, dan terintegrasi. Perbedaan diantara bentuk-bentuk
utama tersebut memebantu kita dalam memahami isu-isu tak terpecahkan dari
analisis kebijakan: pentingnya waktu, hubungan antara teori keputusan
deskriptif dan normative, peranan teori dan praktek, dan arti pemecahan
masalah. Kerangka yang terintegrasi menyediakan kita metedologi untuk analisis
kebijakan yitu, suatu alat untuk menerapkan standar, aturan dan prosedur dalam
melakuakan analisis kebijakan. Kerangka kerja tersebut juga bermamfaat sebagai
perantara dalam mensintesiskan asumsi-asumsi dan pendekatan yang berbeda-beda terhadap
analisis kebijakan yang digunakan dewasa ini.
BAB IV
STRUKTUR ARGUMEN
KEBIJAKAN
Ada dua pendekatan yang berlawanan untuk mendefinsikan
pengetahuan: “esensialis” dan “plausibilitas”. Untuk dapat di pandang sebagai
pengetahuan, keyakinan tidak harus pasti: keyakinan dapat bersiafat plausible
secara optimal dalam konteks tertentu dan masih berkualitas sebagai
pengetahuan. Dalam konteks kehidupan nyata jarang seandainya mungkin dapat
ditentukan bahwa suatu kebijakan harus sekaligus bersifat memadai untuk
terwujudnya suatu hasil kebijakan. Pengetahuan yang siap pakai atau yang
relevan dengan kebijkan mengandung pernyataan kebenaran yang secara plausible
optimal yang dibuat dengan keterlibtan langsung atau tersembunyi didalam proses
komunikasi, argumentasi dan debat kebijkan. Ketika dipertentangkan dengan
analisis kebijkan yang standar, kelebihan utama dari cara argument structural
adalah bahwa cara itu bersifat interpretative, multiaional, kritis, transktif,
etis, dan multicara.
Criteria
untuk mengkaji plausibilitas argument kebijakan meliputi kelengkapan,
konsonansi, kohesivitas, regularitas fungsional, dan kesederhanaan , kehematan
dan ketetapan fungsional. Sistem criteria ini dapat di terapkan pada banyak
cara argument kebijakan dan relevanterhadap standar, aturan dan prosedur yang
dipakai para pakar maupun orang awam. Pernyataan yang designatif, evaluative,
dan advokatif berkaitan dengan tiga pendekatan analisis kebijakan sebagaimana
dididskusiakan sebelumnya, yaitu pendekatan empiric, valuatif, dan normative.
Petrnyataan kabijakan menyajikan kesimpulan dari suatu argument atau debat
kebijakan. Infomasi kebijakan yang sama dapat mengarah ke pernyataan kebijkan
yang sama sekali berbeda, tergantung pada asumsi yang terkandung dalam suatu
argument kebijakan. Asumsi mencerminkan kerangka referensi, teori, atau
pandangan hidup dari analisis dan merupakan sarana principal untuk mengubah
informasi menjadi pernyataan dalam suatu argument atau debat kebijakan.
Setidak-tidaknya ada delapan cara argument kebijakan yang dapat dipertentangkan
sesauai dengan asumsi mereka yang terkandung didalam paembenaran dan dukungan.
Kadelapan cara ini adalah otoritatif, statistikal, intitutif, analisentrik,
eksplanatori, pragmatis, dan kritik nilai.
Pernyataan
kebijkan dapat dibuat dengan basis sebuah beberapa atau semua cara argument
kebiakan tadi. Pernyataan dapat didasarkan pada pembenbaran yang berasal dari
perasaan , dan disanggah oleh suatu argument dari mativasi. Ada banyak
kambinasi yang dapat dibuat dari tuntutan dukungan dan sanggahan dalam suatu
argument atau debat kebijakan. Pengkajian nilai yang sistematik, beralasan dan
kritis meruoakan unsure penting dari analisis kebijakan. Analisis kebijakan
tidaklah bebas nilai : dia tergantung pada nilai dan dapat pula bersifat kritik
nilai, yang berarti bahawa nilai mauoun fakta dapat diperdebatkan secara
rasional.
Aturan
etis dan prinsip moral tidak semata-mata merupakan pilihan psikologis yang
mutlak atau ekspresi emosi seorang individu. Nilai-nilai dapat saja
dikomunikasikan dalam bentuk ekspresi, pernyataan, dan penilaian yang terkait
dengan konteks nilai standar maupun ideal dari seseorang. Apapun konteks dan
bentuk komunikasinya, nilai dapat dijelaskan dan dibenarkan. Basis dari suatu
nilai dapat menjelaskan mengapa suatu nilai merupakan konsekuensi dari suatu
piliahan atau keinginan dari seseorang atau suatu kelompok, sedangkan dasar
nilai memberikan justifikasi dalam hal aturan etis dan prinsip moral. Basis dan
dasar nilai berkaitan terutama dengan argument yang dibuat dari motivasi dan
etika. Semua bentuk analisis kebijakna harus dipandang sebagai suatu yang
secara potensial bersifat ideologis, dalam arti bahwa metode analisis kebijakan
mungkin mencerminkan nilai yang riil dari si analisis. Dalam analisis
kebijakan, cara terbaik untuk membuat suatu nalai menjadi eksplisit adalah
denagn memasukannya sebagai bagian dari suatu argument atau debat etis yang
bernalar.
BAB VI
SIFAT,
TIPE, DAN PENGGUNAAN PERAMALAN DALAM ANALISIS KEBIJAKAN
Peramalan dapat mengambil tiga bentuk utama, yaitu
proyeksi, prediksi, dan konjektur. Masing-masing bentuk utama tersebut
mempunyai dasar yang berbeda dalam ekstrapolasi kecenderungan, teori, dan
pandangan pribadi. Argumen-argumen pendukung yang membenarkan proyeksi,
prediksi, dan konjektur juga berbeda. Proyeksi cenderung dibenarkan oleh
argumen dari metode dan kasus paralel, sedangkan prediksi didasarkan pada
argumen yang berasal dari sebab dan analogi. Sementara konjektur biasanya
didasarkan pada argumen yang bersifat pikiran dan motivasi. Peramalan apapun
bentuknya, memberikan informasi tentang perubahan di masa mendatang dalam
kebijakan dan akibat-akibatnya. Jika peramalan dapat meningkatkan pemahaman,
biasanya hal tersebut berhubungan dengan kontrol sosial. Peramalan biasanya
dapat membentuk masa depan dengan cara yang aktif dan kreatif, daripada secara
pasif menerima masa lalu sebagai penentu masa depan.
Peramalan kebijakan dapat dipraktekkan secara teratur
oleh badan-badan pemerintah, perusahaan swasta, dan lembaga-lembaga penelitian
nirlaba. Akurasi dari peramalan adalah sensitif terhadap konteks waktu,
sejarah, dan kelembagaan. Sementara prosedur kompleks tidak harus akurat atau
berguna daripada peramalan ekstrapolasi sederahana dan pendapat pribadi. Peramalan
dapat digunakan untuk membuat estimasi tentang tiga tipe situasi masyarakat
masa depan., yakni masa depan potensial, masa depan yang masuk akal
(plausible), dan masa depan normatif. Spesifikasi mengenai masa depan normatif
memungkinkan analis untuk mempersempit lingkup masa depan potensial dan masuk
akal. Sehingga dapat meningkatkan kesempatan bagi ramalan untuk diarahkan
kepada tujuan dan sasaran yang lebih spesifik.
Adapun tujuan sasaran dapat dibandingkan dan
dipertentangkan dalam hal arah tujuannya, tipe defenisi, spesifikasi periode
waktu, prosedur pengukuran, dan perlakuan terhadap kelompok target. Tujuan dan sasaran secara tidak langsung menyataka
alternatif, sementara alternatif tersebut menyatakan secara tidak langsung
tujuan dan sasaran. Sumber yang tersedia untuk mengidentifikasi tujuan,
sasaran, dan alternatif termasuk otoritas, wawasan, metode, teori ilmiah,
motivasi, kasus paralel, analogi, dan sistem etika. Pendekatan terhadap
peramalan dapat diidentifikasikan,
diperbandingkan, dan dipertentangkan menurut tujuan, dasar, metode, dan
hasilnya. Objek peramalan meliputi isi dan konsekuensi dari kebijakan baru dan
kebijakan yang ada dan perilaku dari para pelaku kebijakan. Dasar-dasar dari
peramalan (ekstrapolasi kecenderungan, teori, pendapat subjektif) berkaitan
dengan tiga proses yang berbeda tapi saling berhubungan, yaitu induksi,
deduksi, dan retroduksi. Jika metode-metode peramalan ratusan jumlahnya,
aplikasi terhadap metode-metode tersebut menghasilkan tiga tipe hasil :
proyeksi, prediksi, dan konjektur.
Pemahaman dan penggunaan teknik peramalan dibuat lebih
mudah jka mereka dikelompokkan menurut tiga pendekatan : ekstrapolatif,
teoritis, dan intuitif. Beberapa dari teknik peramalan ekstrapolatif yang lebih
penting adalah analisis deret berkala klasik, estimasi trend linear, pembobotan
eksponensial, transformasi data, dan metodologi katastropi. Ketika
teknik-teknik ekstrapolatif digunakan untuk mengestimasi trend linear dan
nonlinear, hal tersebut bersandar pada asumsi mengenai persistensi,
regularitas, dan reliabilitas data. Teknik-teknik untuk estimasi trend linear
tidak dapat diterapkan untuk berbagai macam proses terputus (discontinious) yang merupakan perhatian
khusus dari metodologi katastropi dan teori kekacauan (chaos).
Banyak deret berkala tidak memenuhi kondisi linearitas,
persistensi, dan regularitas. Beberapa deret berkala juga bisa terputus. Deret
berkala yang tidak memenuhi satu atau lebih dari kondisi-kondisi tersebut masuk
ke dalam satu dari lima kelompok berikut : oskilasi, siklis, kurve tumbuh,
kurve menurun, dan katastropi. Beberapa dari teknik-teknik peramalan teoritis
yang lebih penting adalah teori pemetaan, modeling kausal, analisis regresi,
estimasi interval, dan analisis korelasional. Beberapa dari tekni-tekniktersebut
diarahkan untuk menidentifikasi dan menjelaskan asumsi-asumsi teoritis,
sementara lainnya menyediakan estimasi yang lebih baik mengenaI keadaan
masyarakat di masa mendatang yang diramalkan berdasarkan teori. Tidak satupun
dari teknik-teknik tersebut yang dapat memprediksi tetaoi hanya teori yang
dapat melakukannya.
Beberapa dari teknik-teknik peramalan pendapat (jugmental) yang lebih penting adalah delphi konvensional, delphi
kebijakan, analisis dampak-silang, dan penaksiran fisibilitas. Beberapa dari
teknik tersebut dapat digunakan untuk membuat estimasi subyektif mengenai
akibat dimasi mendatang dari perubahan-perubahan dalam teknologi dan kebijakan
publik. Sementara lainnya membantu membuat estimasi mengenai perilaku dari
pelaku-pelaku kebijakan dalam mendukung atau menentang adopsi dan implementansi
kebijakan. Kelebihan dari teknik-teknik peramalan pendapat adalah bahwa teknk-teknik
tersebut membuat estimasi mengenai keadaan masyarakat di masa mendatang dimana
kondisi teori yang relevan atau data yang reliable tidak tersedia.
Pendekatan-pendekatan yang berbeda mengani peramalan bersifat saling
melengkapi. Kelebihan dari datu pendekatan atau teknik seringkali merupakan
keterbatasan dari yang lainnya., demikian sebaliknya. Perbaiakn dalam peramalan
tampaknya merupakan hasil dari peramalan yang bersifat multimetode, yan
mengkombinasikan berbagai bentuk penalaran logis, berbaga landasan, dan
berbagai objek.
BAB VII
HAKIKAT
DAN PERAN REKOMENDASI
DALAM
ANALISIS KEBIJAKAN
Metode analisis kebijakan sangat terkait dengan persoalan
moral dan etika, karena rekomendasi kebijakan mengharuskan kita menentukan
alternatif-alternatif mana yang paling bernilai dan mengapa demikian.
Rekomedasi kebijakan menjawab pertanyaan : Apa yang harus dikerjakan ? Untuk
alasan ini rekomendasi kebijakan memerlukan pendekatan yang normatif, dan tidak
hanya empris atau evaluatif. Semua rekomendasi kebijakan berupa pernyataan yang
bersifat tindakan, tidaka hanya tindakan yang bersifat penandaan (seperti dalam
peramalan) atau evaluatif (seperti dalam evaluasi). Pernyataan yang didasarkan
pada advokasi mempunyai sejumlah karakteristik tertentu. Pernyataan bersifat
tindakan, prosfektif, sarat nilai dan dari segi etika bersifat kompleks.
Rekomendasi berkenaan pemilihan secara bernalar dua atau lebih alternatif.
Model pilihan yang sederhana meliputi defenisi masalah yang memerlukan
dilakukannya suatu tindakan, perbandingan konsekuensi dua atau lebih alternatif
untuk memecahkan masalah, dan rekomendasi alternatif yang paling dapat memenuhi
kebutuhan, nilai, dan kesempatan.
Model pilihan yang sederhana mengandung dua elemenn
utama, yaitu premis fakta dan premis nilai. Premis nilai tidak dapat dibuktikan
benar atau salah dengan mengajukan premis faktual, karena pertanyaan tentang
nilai atau etika membutuhkan argumen tentang mengapa suatu hasil kebijakan
adalah baik atau benar untuk sejumlah orang, kelompok, atau masyarakat umum.
Semua pilihan mengandung premis fakta dan premis nilai. Model pilihan sederhana
menghindari kompleksitas dari kebanyakan situasi pilihan, karena model ini
didasrkan pada tiga asumsi yang tidak realistis, yakni pembuat keputusan
tunggal, kepastian, dan hasil yang terjadi pada suatu titik waktu. Model
pilihan yang kompleks didasarkan asumsi-asumsi yang lain, seperti banyaknya
pemebuat kebijakan, ketidakpastian atau resiko, dan akibat yang terus
berkembang seiring berjalannya waktu. Model yang kompleks ini mencerminkan
realitas sosial pembuatan kebijakan yang sesungguhnya.
Dalam berbagai situasi yang kompleks, adalah tidak
mungkin untuk secara konsisten membuat ranking semua alternatif berdasarkan dua
atau lebih kriteria pilihan kebijakan. Pilihan intransitip berbeda dengan
pilihan transitip yang mengandung beragam tujuan yang saling berlawanan yang
menjadi pegangan dari berbagai pelaku kebijakan yang berbeda. Ketidakmampauan
kita untuk memuaskan kondisi dari model pilihan yang sederhana tidak berarti
bahwa proses penyusunan rekomendasi tidak rasional dan tidak mungkin rasional,
jika “rasionalitas” diartikan sebagai proses berargumentasi yang bernalar yang dilakukan secara sadar
untuk membuat dan mempertahankan suatu pernyataan. Sebagaian besar pilihan
adalah bersifat multirasional karena pilihan tersebut mempunyai dasar rasional yang
banyak pula. Bukti tentang ini ditunjukkan dengan adanya enam rasionalitas,
yakni teknis, ekonomis, legal, sosial, substantif, dan erotetis. Karakteristik
utama dari tipe-tipe rasioanalitas ini adalah bahwa semuanya menyangkut
pemilihan yang beralasan yang didasarkan pada argumen-argumen yang eksplisit
tentang perlunya mengadopsi berbagai arah tindakan yang berbeda untuk
memecahkan masalah publik.
Agar pilihan menjadi rasional dan pada saat yang sama
komprehensif, maka pilihan-pilinan tersebut harus memuaskan kondisi yang
dilukiskan sebagai teori rasionalitas komprehensif dalam pembuatan keputusan.
Rasionalitas komprehensif telah ditentang atas dasar alasan bahwa sebagian
besar keputusan secara nyata adalah tidak saling terkait dan bersifat inkremental
(disjointed incrementalism). Sehingga
pilihan yang benar-benar demokratis adalah sangat mustahil (dalil kemustahilan
dari Arrow), bahwa pilihan adalan dibatasi oleh hambatan-hambatan yang praktis,
bahwa pilihan mencerminkan upaya untuk memaksimalkan tujuan yang penuh hambatan
(constrained maximation), dan bahwa
prosedur yang berbeda digunakan untuk jenis masalah yang berbeda (mixed scanning). Tidak satupun dari
penentang rasionaltas komprehensif itu yang mengabaikan ide rasionalitas.
Tetapi kita diminta untukmendefenisikan kembali rasionalitas dalam arti
pilihan-pilihan yang memenuhi prinsip-prinsip inkrementalisme, perilaku mencari
kepuasan (satisficing), terbaik
kedua, maksimisasi hambatan, mixed
scanning, dan pengabaian (awal).
Tipe-tipe pilihan yang rasional dibedakan menurut bentuk
kriteria penentuan alternatif, antara lain efektivitas, efisiensi, kecukupan,
perataan, daya tanggap, dan kelayakan. Hampir tidak mungkin untuk memilih
diantara dua alternatif atas dasar salah satu, biaya atau efektivitas. Hampir selalu diperlukan untuk menentukan
tingkat efektivitas dan biaya yang dipandang sebagai tingkat kecukupan. Hal ini
merupakan masalah besar yang tidak dapat dipecahkan dengan secara arbritrer dengan mengadopsi kriteria tunggal tentang kecukupan. Jawaban
tehadap persoalan kesejahteraan seluruh masyarakat dapat dilakukan dengan
berbagai cara yang berbeda, misalnya memaksimalkan kesejahteraan individu,
melindungi kesejahteraan minimal, memaksimalkan kesejahteraan bersih,
memaksimalkan redistribusi kesejahteraan. Tidak
satupun dari kriteria ini dapat memuaskan sepenuhnya, karena
masing-masing gagal memecahkan konflik nilai-nilai sosial.
Analisis kebijakan dapat memuaskan kriterian efektivitas,
kecukupan dan keadilan, akan tetapi sampai saat ini selalu gagal untuk
memuaskan kriteria daya tanggap. Hampir mirip, meskipun kriteria daya tanggap
telah terpenuhi, adalah telah memungkinkan adanya pertanyaan tentang kelayakan
sasaran. Kriteria kelayakan adalah sangat erat dengan rasionalitas substantif.
Dalam membuat rekomendasi analis kebijakan secara khusus menjawab berbagai
persoalan tentang sasaran, biaya, hambatan-hambatan, eksternalitas waktu, dan
risiko serta ketidak-pastian. Pilihan publik dan swasta berbeda dalam tiga hal,
yaitu hakikat proses kebijakan publik, hakikat tujuan kebijakan publik yang
bersifat kolektif, dan arti barang-barang publik. Logika dari maksimisasi
keuntungan dalam sektor swasta, meskipun menggunkan berbagai aspek dari
analisis kebijakan, menjadi terbatas ketika kita mempertimbangkan bahwa
pembuatan kebijakan publik melibatkan legitimasi pembuatan kebijakan, barang
kolektif dan setengah kolektif, keterbatasan dalam pengukuran pendapatan, dan
tanggungjawab publik terhadap biaya dan manfaat sosial.
Dua pendekatan utama untuk rekomendasi dalam analisis
kebijakan publik adalah analisis biaya-manfaat dan analisis biaya-efektivitas.
Sementara dua pendekatan tersebut berupaya untuk mengukur semua biaya dan
manfaat untuk masyarakat, hanya analisis biaya-manfaat yang mengukur biaya dan
manfaat dalam bentuk uang sebagai unit nilai. Biaya dan manfaat ada beberapa
jenis : dalam dan luar; yang terlihat dan yang tak terlihat; yang utama dan
yang sekunder; serta yang nyata dan yang palsu. Dalam melakukan analisis
biaya-manfaat adalah perlu untuk melengkapi serangkaian langkah-langkah sebagai
berikut : spesifikasi sasaran, identifikasi alternatif, pengumpulan, analisis
dan interpretasi informasi, spesifikasi kelompok sasaran, identifikasi
tipe-tipe biaya dan manfaat, melakukan diskonting terhadap biaya dan manfaat,
spesifikasi kriteria untuk rekomendasi, dan rekomendasi itu sendiri. Kriteria
kecukupan seringkali dilakuka menggunakan analisis biaya-manfaat yang bersifat
tradisional berupa manfaat bersih dan rasio biaya-manfaat. Dalam analisis biaya
manfaat yang bersifat kontemporer, kriteria ini ditambah dengan kriteria
redistribusional.
Analisis biaya-efektivitas tepat digunakan jika
sasaran-sasaran tidak dapat diungkapkan dalam bentuk pendapatan bersih.
Pekerjaan dalam melakukan analisis biaya-efektivitas mirip dengan apa yang dibutuhkan
dalam analisis biaya-manfaat, dengan dua pengecualian. Hanya biaya yang
didiskon terhadap nilai yang sekarang, dan kriteria yang paling sering
digunakan adalah biaya terkecil dan efekitvitas maksimal. Beberapa metode dan
teknik yang bermanfaat telah tersedia untuk melengkapi pekerjaan dalam
melakukan analisis biaya-manfaat. Beberapa teknik ini dibuat untuk menyusun
permasalahan (analisis batasan, analisis klasifikasi, analisis hirarki,
analisis multi persfektif, analisis argumentasi, dan pemetaan argumentasi).
Metode-metode yang lain dan teknik yang lain adalah spesifik untuk analisis
biaya-manfaat dan biaya efektivitas, pemetaan sasaran, penjelasan nilai, kritik
nilai, dan menyusun elemen biaya, penilaian biaya, harga bayangan, diskonting,
analisis fisibilitas, pemetaan hambatan, analisis sensitivitas, analisis fortiori, dan analisis plausibilitas.
Metode analisis kebijakan untuk rekomendasi kebijakan
menyertakan di dalamnya ketidakpastian. Beberapa yang penting berasal dari
ketiadaan konsensus tentang nilai-nilai sosial dan prinsip-prinsip etika.
Sumber lain yang penting dari munculnya ketidakpastian ini adalah
ketidak-lengkapan pengetahuan tentang hubungan sebab-akibat, lemahnya data, dan
ketidak-akuratan prosedur pengukuran. Ketidak-pastian yang bersumber dari
konflik nilai paling tepat dianggap sebaga persoalan debat etika, dan bukan
sebagai pertanyaan teknis dan ekonomis. Plausibilitas mengenali tantangan
ketidak-pastian dengan cara mempertentangkan rekomendasi dengan sejumlah
pernyataan yang berlawanan. Ada paling sedikit sepuluh ancaman plausibilitas
rekomendasi kebijakan yang dikembangkan atas dasar analisis biaya-manfaat
danmetode-metode yang lain, yaitu sebagai berikut : invaliditas, inefisiensi,
ketidak-efektifan, eksklusifitas, ketidak-sanggupan, illegalitas,
ketidak-adilan, ketidakcukupan, dan kesalahan dalam formulasi. Ancaman-ancaman
terhadap plausibilitas ini relevan untuk hampir semua rekomendasi kebijakan
yang berupaya melakukan perubahan (reformasi) melalui regulasi, alokasi, atau relokasi
sumberdaya.
BAB VIII
SIFAT,
TUJUAN, DAN FUNGSI EVALUASI
Pemantauan menjawab pertanyaan: apa yang terjadi,
bagaimana, dan mengapa? Sebaliknya evaluasi menjawab pertanyaan: [ebedeaan apa
yang terjadi? Jika evaluasi mempunyai beberapa arti umum (penaksiran dan
penilaian). Evaluasi dalam arti yang lebih spesifik berarti pembuatan informasi
mengenai seberapa jauh suatu hasil kebijakan member konstribusi terhadap
pencapaian tujuan-tujuan dan sarana. Ketika hasil kebijakan bekerja dalam
kenyataanya menyumbang pada pencapaian tujuan dan sasaran, kita mengatakan
bahwa kebijakan atau program telah mencapai tingkat kinerja yang signifikan,
yang berarti bahwa masalah-masalah kebijakan paling kurang setengah
terpecahkan.
Avaluasi
mempunyai beberapa karakteristik yang membedakannya dari metode-metode analisis
kebijakan yang lain, titik berat kepada nilai hubungan ketergantungan antara
nilai dan fakta,: orientasi masa kini dan masa lalu: dan dualitas nilai.
Fungs-fungsi utama dari evaluasi dalam analisis kebijakan adalah penyediaan
informasi yang valid dan dapat dipercaya mengenai kinerja kebijakan, kejelasan
dan kritik nilai-nilai yang mendasari pilihan tujuan dan sasaran dan penyediaan
informasi bagi perumusan masalah dan inferensi praktis.
Criteria
untuk evalusi kebijakan sama sebagaimana criteria untuk rekomendasi kebijakn
efektifitas, astimasi, kecukupan, kesamaan, daya tanggap, dan kelyakan.
Satu-satunya perbedaan yang ada adlah bahwa dalam evaluasi kebijakan criteria
ini diterapkan secara restropektif terhadap hasil kebijakan, bukan secara
prospektif terhadap aksi-aksi kebijakan. Semua tuntutan evalusi meliputi premis
factual dan premis nilai. Sementara itu banyak kegiatan yang diterapkan sebagai
evalusi dalam analisis kebijakan adalah secara esensial bersifat bukan
evaluatif karena kegiatan-kegiatan tersebut terutama dititik beratkan pada
pembuatan tuntutan designative (factual), buakn tuntutan evaluative.
Terdapat
tiga pendekatan utama evalusi dalam anlaisis kebijakn: evaluasi semu, evlauasi
formal, dan evalusi teoritis keputusan. Masing-masing pendekatan ini mempunyai
tujuan, asumsi dan bentuk yang berbeda. Evalusi semu sama dengan pemantauan,
meskipun evalusi formal dan evaluasi teoritis keputusan menganggap bahwa
pemantauan telah dilakukan. Evalusi teoritis keputusan adalah cara yang perlu
diperhitungakn dan dapat mengatasi sejumlah kelmahan dari evalusi semu dan
evaluasi formal: kurang memamfaatkan dan tidak memamfaatkan kinerja informs:
ambiguitas tujuan kinerja dan berbagai tujuan yang saling bertentangan.
Hampir
semua teknik untuk mengevalusi kinerja kabijakn dapt juga digunakan dalam
hubungannya dengan metode-metode analisis kebijakan lainnya. Hal ini menegaskan
ketergantungan diantara metode-metode analsis kebijakan. Hanya satu teknik
analsis survey pemakai belum dijelaskan dalam hubungannya dengan metode-metode
lain. Analsis survai pemakai digunakan dalam hubungannya dengan avaluabilitas
penaksiran sebagai satu bentuk evalusi teoritis keputusan. Perbedaan antara
aspek-aspek kognitif dan politis dari proses kebijakan adalah untuk memahami
pemamfaatan dan kurang atau tidak dimamfatkannya kinerja informasi oleh pembuat
kebijakan.
Pemamfaatan
informasi ditentukan oleh faktor-kaktor
yang bersifat politis organisasional, dan sosial, dan bukan yang hanya bersifat
metodologis atua teknis. Faktor-faktor
tersebut apat dikelompokan ke dalam 5 macam: karakteristik infomasi, strktur
maslah kebijakan, sturktur birokrasi dan politik, dan sifat interaksi di antara
analisis kebijakan, pembuat kebijakan, dan pelaku kebijakan lainnya. Sifat
interaktif analisis kebijakan menimbulkan keraguan tentang pemamfaatan
informasi dari masalah yang sangat komplek. Karena sebagian besar
masalah-masalah kebijakan bersifat kompleks, berantakan, atau rumit, model
pemecahan masalah dalam analasis kebijakan menjadi tidak layak dan tidak dapat
diteapkan. Karena itu analisis kebijakan dijelaskan dalam buku ini sebagai
proses pengkajian yang terintegrasi dimana berbagai metode digunakan secara
terus menerus untuk menghasilkan, mentransformasikan, dan menginterpretasikan
informasi sebagai bagian dari argumen-argumen dan debat diantara pelaku
kebijakan dalam proses kebijkan.