Rabu, 25 Desember 2013

FORMULASI KEBIJAKAN

BAB I
PERANAN METODOLIGI ANALISIS KEBIJAKAN
DALAM PROSES PEMBUATAN KEBIJAKAN
Komunikasi dan penggunaan pengetahuan yang relevan dengan kebijakan adalah sentral dalam praktik dan teori analisis kebijakan. Hanya jika pengetahuan  tentang proses pembuatan kebijakan dikomunikasikan di dalam proses tersebut para pelaku kebijakan dapat menggunakan tersebut untuk memperbaiki kebijakan publik. Sementara itu metodologi analisis kebijakan adalah sistem standar, aturan, dan prosedur untuk menciptakan, secara kritis menilai, dan mengkomunikasikan pengetahuan yang relevan dengan kebijakan. Metodologi analisis kebijakan mempunyai bebrapa karakteristik utama : perhatian yang tinggi pada perumusan dan pemecahan masalah, komitmen kepada pengkajian baik yang sifatnya deskriptif maupun kritik nilai, dan keinginan untuk meningkatkan efisiensi pilihan di antara sejumlah alternatif kebijakan. Adapun pengetahuan dipahami sebagai suatu kepercayaan tentang kebenaran yang masuk akal (plausibel) dibandingkan kepastian. Probabilitas statistik memainkan peranan sekunder atau pendukung dalam menegakkan klaim pengetahuan yang plausibel.
Evolusi analisis kebijakan lebih dari 50 tahun yang silam telah menghasilkan kesepakatan besar tentang metodologi yang tepat. Hal ini terlihat dalam perubahan historis dalam melakukan penilaian tentang masalah-masalah sosial, ketidakpuasan terhadap positivisme logis sebagai teori pengetahuan, dan tanggapan terhadap pelajaran yang diambil dari penelitian yang dilakukan tehadap program-program sosial selama masa masyarakat besar (the great society). Berdasarkan atas pengalaman ini dan pengalaman-pengalaman lainnya, metodologi analisis kebijakan telah digeser dari sederatan disiplin-disiplin ilmu sosial yang berdiri sendiri sintesis lintas disiplin yang disebut multiplisme kritis. Multiplisme kritis didasarkan pada prinsip triangulasi dan beberapa tuntunan atau aturan penting : operasionalisme berganda, riset multimetode, sintesis analitis berganda, dan komunikasi multimedia. Semua tuntunan tersebut tidak perlu diobservasi dalam setiap analisis.
Tipe informasi yang dihasilkan oleh analis kebijakan adalah masalah kebijakan, masadepan kebijakan, aksi kebijakan, hasil kebijakan, dan kinerja kebijakan. Kelima tipe tersebut diperoleh melalui lima prosedur analisis kebijakan, yaitu perumusan masalah, peramalan, rekomendasi, pemantauan, dan evaluasi. Prosedur-prosedur analisis kebijakan tersebut berhubungan dengan metode-metode atau teknik-teknik tertentu yang membantu menghasilkan tipe informasi tertentu. Informasi yang didasarkan pada pernyataan pengetahuan menjadi pengetahuan (kepercayaan tentang kebenaran yang masuk akal) setelah pernyataan tersebut bertahan dari kritik, tantangan, dan sanggahan yang ditemui dalam debat kebijakan. Analisis kebijakan adalah suatu aktivitas intelektual yang dilakukan dalam proses politik. Proses ini dapat divisualkan sebagai proses pembuatan kebijakan, yang memiliki lima tahap penting : penyusunan agenda, formulasi kebijakan, adopsi kebijakan, implementasi kebijakan, dan penilaian kebijakan. Prosedur analisis kebijakan tertentu tepat untuk menghasilkan informasi pada tahap tertentu dari proses pembuatan kebijakan.
Analisis kebijakan adalah awal, bukan akhir, dari upaya memperbaiki proses pembuatan kebijakan.  Sebelum informasi yang relevan dengan  kebijakan dapat digunakan oleh pengguna yang dituju, informasi tersebut harus dirakit dalam bentuk dokumen yang relevan dengan kebijakan dan dikomunikasikan dengan berbagai bentuk presentasi. Seluruh proses komunikasi kebijakan mempunyai empat tahap: analisis kebijakan, pengembangan isi pengkomunikasian yang interaktif, dan pemanfaatan pengetahuan. Keterampilan yang diperlukan untuk membuat dokumen kebijakan dan presentasi lisan berbeda denga keterampilan yang diperlukan dalam melakukan analisis kebijakan. Pemanfaatan pengetahuan oleh pelaku kebijakan adalah merupakan proses yang kompleks yang terdiri dari tiga dimensi yang saling bergantung : komposisi pemakai, efek penggunaan, dan lingkup pengetahuan yang digunakan. Interaksi antara tiga dimensi itu menjadi dasar menilai dan memperbaiki peranan analisis kebijakan dam prises pembuatan kebijakan.
Analisis kebijakan tidak bermaksud mengganti politik dengan menegakkan semacam elit teknokratis. Tujuan demikian bukan saja tidak perlu dalam negara demokratis. Hal semacam ini juga tidak perlu terjadi dalam lembaga-lembaga saat ini yang ditandai oleh berbagai bentuk kacaunya kognisi, keputusan yang terputus-putus, sistem interpretasi yang kusut, dan anarki yang terorganisasi. Dalam mempromosi pemanfaatan pengetahuan yang releven dengan kebijakan, analisis kebijakan berusaha untuk memudahkan proses belajar induvidual dan kolektif, termasuk memperbaiki kebijakan, melalui interaksi komunikasi dan debat politik.
BAB II
METODOLOGI, METODE, DAN TEKNIK ANALISIS KEBIJAKAN
Analisis kebijakan dalam pengertiannya yang paling luas melibatkan hasil pengetahuan tentang dan didalam proses kebijakan. Usaha awal penetapan peraturan yang sah, aktivitas penasehat kerajaan pada abad pertengahan, pekerjaan statistik abad sembilan belas, dan penerapan analisis sistem pada saat ini adalah cocok dengan defenisi yang luas dari analisis kebijakan. Secara historis, tujuan analisis kebijakan adalah menyediakan informasi bagi pembuat kebijakan untuk dijadikan bahan pertimbangan yang nalar guna menemukan pemecahan masalah kebijakan. Dengan demikian, analisis kebijakan memiliki dasar orientasi praktis yang dalam banyak hal menjadikannya sama dengan ilmu sosial terapan. Metodologi, metode, dan teknik analisis kebijakan telah berubah dengan nyata sepanjang sejarah. Tetapi analisis kebijakan secara eksplisit hanya menjadi empiris dan kuantitatif pada periode setelah revolusi industri. Ketikan analisis kebijakan abad dua puluh mengikuti tradisi yang telah ditetapkan pada abad sebelumnya, lima puluh tahun yang lalu telah telihat peningkatan profesionalisasi analisis kebijakan dan pelembagaannya di pemerintahan. Pada periode setelah Perang Dunia II pendekatan analysentrik mulai mendominasi analisis kebijakan.
Evolusi analisis kebijakan umumnya telah mengikuti perubahan di dalam masyarakat. Salah satu perubahan besar di dalam masyarakat adalah tubuhnya wilayah perkotaan di Mesopotamia dan kemudian di India, China, dan Yunani. Pada periode abad pertengahan peradaban perkotaan menjadi lebih kompleks dengan adanya diferensiasi dan spesialisasi peran analisis kebijakan terutama permasalahan keuangan, perang, dan hukum. Transformasi utama di dalam produksi pengetahun kebijakan terjadi sebagai akibat dari Revolusi Industri dan  Jaman Pencerahan, keduanya diikuti oleh pertumbuhan stabilitas politik di antara kekacauan sosial. Pada abad duapuluh analisis kebijakan mengalami perkembangan, pertama untuk menanggapi kelesuan ekonomi dan perang, dan kemudian sebagai reaksi terhadap pemerintah yang tumbuh secara dramatis. Sesudah Perang Dunia II kita melihat pertumbuhan masyarakat pasca-industri di mana kelas teknis-profesional yang terdidik telah mencapai posisi menonjol yang tidak terduga seperti periode sebelumnya.

Terdapat sedikitnya dua cara untuk menjelaskan evolusi sejarah analisis kebijakan dari dulu hingga saat ini. Menurut salah satu pendekatan (bimbingan teknokratis) pengetahuan kebijakan adalah sumberdaya langka yang kepemilikannya dapat meningkatkan kekuatan dan pengaruh analis kebijakan yang profesional. Pendekatan yang lain (konseling teknokratis) sebaliknya menyatakan bahwa peran utama analis kebijakan adalah untuk mengesahkan keputusan kebijakan yang dibuat oleh pemegang kekuasaan. Masing-masing pendekatan membantu didalam beberapa hal untuk menjelaskan perubahan sejarah, tetapi keduanya cenderung untuk melebih-lebihkan kekuasaan dan pengaruh analis kebijakan dengan alasan yang berbeda. Pendekatan bimbingan teknokratis terlalu berlebihan menilai pengaruh analis di dalam membentuk pilihan kebijakan yang penting, sebaliknya pendekatan konseling teknokratis salah dalam menilai kepentingan simbolis dari analis dalam mengesahkan keputusan kebijakan yang dibuat pada dasar-dasar politik.
Apapun keputusan akhir dari kontorversi tersebut, adalah jelas bahwa lingkungan masyarakat pada saat ini dan masalahnya telah berubah secara dramatis. Usaha-usaha untuk mengembangkan prosedur yang baru dan lebih baik untuk hasil informasi yang akan memberi sumbangan kepada resolusi permaslahan publik bukanlah semata-mata tugas intelektual ataupun tugas ilmiah, tetapi pada dasarnya bersifat politis. Analisis kebijakan melekat di dalam proses politik yang merefleksikan konflik nilai dari beberapa kelompok masyarakat yang memperjuangkan visi mereka sendiri tentang pengembangan sosial.








BAB III
KARAKTERISTIK DAN PERANAN ANALISIS KEBIJAKAN
DALAM MEMECAHKAN MASALAH
            Sebagai suatu disiplin terapan, analisis kebjakan mengambil dari berbagai disiplin yang tujuannya bersifat deskriptif, evaluatif dan normatif. Analisis kebijakan meminjam tidak hanya dari ilmu social dan perilaku, tetapi juga dari administrasi publik, hokum, filsafat, etika dan cabang-cabang sistem analisis dan matematika terapan. Analisis kebijakan di harapkan untuk menghasilakan dan mentransformasikan informasi tentang nilai-nilai, fakta-fakta, dan tindakan-tindakan. Ketiga macam tipe informasi tersebut di hubungkan dengan tiga pendekatan analisis kebijakan, yaitu: empiris, evaluatif, dan normatif. Rekomendasi merupakan proses rasional dimana para analisis memproduksi informasi dan argument-argumen yang beralasan tentang solusu-solusi yang potensial dari masalah-masalah publik. Advokasi kebijakan (policy advocacy) tidak harus dicampuradukan dengan pertimbangan emosional, proram ideologis, ataupun aktivisme politik yang sederhana.
Prosedur-prosedur yang paling untuk memecahkan masalah-masalah kemanusiaan (deskripsi, prediksi, evaluasi, preskripsi) dapat di bandingakan dan di pertentangkan menurut waktu kapan prosedur-prosedur tersebut digunakan (sebelum vs. sesudah tindakan) dan jenis pertanyaan yang sesuai (empiris, valuatif, normative). Prosedur-prosedur umum tersebut berhubungan dengan prosedur-prosedur analisis kebijkan seperti pemantauan, peramalan, evaluasi, dan rekomendsi. Sebagai tambahan satu metode analisis kebijakan tidak mempunyai hubungan langsung dengan satu prosedur umum, yaitu perumusan masalah. Meode-metode analisis kebijakan secara hierarkis berhubungan dan saing tergantung. Beberapa metode analisis kebijakan (sebagai contoh, pemamtauan) dapat diguanakan secara sendirian, semenatara yang lain (sebagai contoh evalusi) harus didahului dengan penggunaan metode lainnya. Rekomendasi harus didahului dengan penggunaan metode pemantauan, evaluasi, dan peramalan. Setiap rekomendasi merupakan suatu penggabungan antara  premis factual dan premis nilai.

Pengetahuan tentang apa itu fakta, apa itu nilai, dan apa yang dilakukan (tindakan) mengahruskan penggunaan berbagai metode pengkajian dan argumentasi untuk memproduksi dan mentransformasikan informasi mengenail masalah kabijakan, masa depan kebijakan, aksi kebijakan, hasil kebijakan, dan kinerja kebijakan. Para analisis kebijakan berusaha tidak hanya untuk memproduksi informasi tetapi juga untuk mentransformasikan informasi tersebut sebagai bagian dari klaim pengetahuan dan argument kebijakan. Argument-argumen kabijakan mencerminkan alas an mengapa kelompok-kelompok masyrakat tidak setuju pada alternative tindakan tertentu yang dapat diambil pemerintah dan menjadi sarana utama untuk melangsungkan debat tentang isu-isu publik. Setiap arguemen kebijakan mempunyai enam elemen: informasi yang relevan dengan kebijakan, klaim kebijakan, pembenaran, dukungan , hambatan, dan penguat. Hubungan diantara elemen-elemen tersebut menunjukan bagaimana informasi dapat ditransformasikan ke dalam keyakinan (pengethuan) yang murni dan masuk akal.
            Analisis kebijakan pada dasarnya merupakan suatu proses kognitif, sementara pembantuan kabijakan bersiafat politis. Banyak factor selain dari metedoligi yang menentukan cara-cara bagaimana analisis kebijakan digunakan dalam proses pembuatan kabijakan. Para analisis kebijakan merupakan satu dari banyak tipe pelaku kabijkan lainnya dalam sistem kebijakan. Isu kebijakan yang ada merupakan hasil dari definisi-definisi yang diperdebatkan mengenai amsalah kebijakn. Definisi mengenai masalah-masalah kebijakan dibuat dengan pola keterlibatan pelaku kebijakan yang berbeda dan tangapan mereka terhadap lingkungan kebijakan yang sama. Sistem kebijakan bersifat dialektis. Sistem kebijakan merupakan kreasi subyektif dari para pelaku kebijakan: sistem kebijakan merupakan realitas objektif: dan tanggapan mereka terhadap lingkungan kebijakan yang sama. Sebagai suatu proses pengkajian, analisis kebijakan terdiri dari tiga elemen: metode analisis kebijakan, komponen informasi kebijakan, dandan transformasi informasi kebijakan, meyode-metode dan infomrasi bersifat saling bergantung. Proses analisis kebijakan dapat diterangkan sebagai logika yang terkontruksi dan logika terpakai. Logika terpakai dari seorang analisis dapat dipengaruhi oleh kendala waktu dan sumber daya, gaya kognitif, dan sosialisasi professional.
           

            Terdapat tiga bentuk utama analisis kebijakan, retrospektif, prospektif, dan terintegrasi. Perbedaan diantara bentuk-bentuk utama tersebut memebantu kita dalam memahami isu-isu tak terpecahkan dari analisis kebijakan: pentingnya waktu, hubungan antara teori keputusan deskriptif dan normative, peranan teori dan praktek, dan arti pemecahan masalah. Kerangka yang terintegrasi menyediakan kita metedologi untuk analisis kebijakan yitu, suatu alat untuk menerapkan standar, aturan dan prosedur dalam melakuakan analisis kebijakan. Kerangka kerja tersebut juga bermamfaat sebagai perantara dalam mensintesiskan asumsi-asumsi dan pendekatan yang berbeda-beda terhadap analisis kebijakan yang digunakan dewasa ini.
















BAB IV
STRUKTUR ARGUMEN KEBIJAKAN
            Ada dua pendekatan yang berlawanan untuk mendefinsikan pengetahuan: “esensialis” dan “plausibilitas”. Untuk dapat di pandang sebagai pengetahuan, keyakinan tidak harus pasti: keyakinan dapat bersiafat plausible secara optimal dalam konteks tertentu dan masih berkualitas sebagai pengetahuan. Dalam konteks kehidupan nyata jarang seandainya mungkin dapat ditentukan bahwa suatu kebijakan harus sekaligus bersifat memadai untuk terwujudnya suatu hasil kebijakan. Pengetahuan yang siap pakai atau yang relevan dengan kebijkan mengandung pernyataan kebenaran yang secara plausible optimal yang dibuat dengan keterlibtan langsung atau tersembunyi didalam proses komunikasi, argumentasi dan debat kebijkan. Ketika dipertentangkan dengan analisis kebijkan yang standar, kelebihan utama dari cara argument structural adalah bahwa cara itu bersifat interpretative, multiaional, kritis, transktif, etis, dan multicara.
            Criteria untuk mengkaji plausibilitas argument kebijakan meliputi kelengkapan, konsonansi, kohesivitas, regularitas fungsional, dan kesederhanaan , kehematan dan ketetapan fungsional. Sistem criteria ini dapat di terapkan pada banyak cara argument kebijakan dan relevanterhadap standar, aturan dan prosedur yang dipakai para pakar maupun orang awam. Pernyataan yang designatif, evaluative, dan advokatif berkaitan dengan tiga pendekatan analisis kebijakan sebagaimana dididskusiakan sebelumnya, yaitu pendekatan empiric, valuatif, dan normative. Petrnyataan kabijakan menyajikan kesimpulan dari suatu argument atau debat kebijakan. Infomasi kebijakan yang sama dapat mengarah ke pernyataan kebijkan yang sama sekali berbeda, tergantung pada asumsi yang terkandung dalam suatu argument kebijakan. Asumsi mencerminkan kerangka referensi, teori, atau pandangan hidup dari analisis dan merupakan sarana principal untuk mengubah informasi menjadi pernyataan dalam suatu argument atau debat kebijakan. Setidak-tidaknya ada delapan cara argument kebijakan yang dapat dipertentangkan sesauai dengan asumsi mereka yang terkandung didalam paembenaran dan dukungan. Kadelapan cara ini adalah otoritatif, statistikal, intitutif, analisentrik, eksplanatori, pragmatis, dan kritik nilai.

            Pernyataan kebijkan dapat dibuat dengan basis sebuah beberapa atau semua cara argument kebiakan tadi. Pernyataan dapat didasarkan pada pembenbaran yang berasal dari perasaan , dan disanggah oleh suatu argument dari mativasi. Ada banyak kambinasi yang dapat dibuat dari tuntutan dukungan dan sanggahan dalam suatu argument atau debat kebijakan. Pengkajian nilai yang sistematik, beralasan dan kritis meruoakan unsure penting dari analisis kebijakan. Analisis kebijakan tidaklah bebas nilai : dia tergantung pada nilai dan dapat pula bersifat kritik nilai, yang berarti bahawa nilai mauoun fakta dapat diperdebatkan secara rasional.
            Aturan etis dan prinsip moral tidak semata-mata merupakan pilihan psikologis yang mutlak atau ekspresi emosi seorang individu. Nilai-nilai dapat saja dikomunikasikan dalam bentuk ekspresi, pernyataan, dan penilaian yang terkait dengan konteks nilai standar maupun ideal dari seseorang. Apapun konteks dan bentuk komunikasinya, nilai dapat dijelaskan dan dibenarkan. Basis dari suatu nilai dapat menjelaskan mengapa suatu nilai merupakan konsekuensi dari suatu piliahan atau keinginan dari seseorang atau suatu kelompok, sedangkan dasar nilai memberikan justifikasi dalam hal aturan etis dan prinsip moral. Basis dan dasar nilai berkaitan terutama dengan argument yang dibuat dari motivasi dan etika. Semua bentuk analisis kebijakna harus dipandang sebagai suatu yang secara potensial bersifat ideologis, dalam arti bahwa metode analisis kebijakan mungkin mencerminkan nilai yang riil dari si analisis. Dalam analisis kebijakan, cara terbaik untuk membuat suatu nalai menjadi eksplisit adalah denagn memasukannya sebagai bagian dari suatu argument atau debat etis yang bernalar.








BAB VI
SIFAT, TIPE, DAN PENGGUNAAN PERAMALAN DALAM ANALISIS KEBIJAKAN
Peramalan dapat mengambil tiga bentuk utama, yaitu proyeksi, prediksi, dan konjektur. Masing-masing bentuk utama tersebut mempunyai dasar yang berbeda dalam ekstrapolasi kecenderungan, teori, dan pandangan pribadi. Argumen-argumen pendukung yang membenarkan proyeksi, prediksi, dan konjektur juga berbeda. Proyeksi cenderung dibenarkan oleh argumen dari metode dan kasus paralel, sedangkan prediksi didasarkan pada argumen yang berasal dari sebab dan analogi. Sementara konjektur biasanya didasarkan pada argumen yang bersifat pikiran dan motivasi. Peramalan apapun bentuknya, memberikan informasi tentang perubahan di masa mendatang dalam kebijakan dan akibat-akibatnya. Jika peramalan dapat meningkatkan pemahaman, biasanya hal tersebut berhubungan dengan kontrol sosial. Peramalan biasanya dapat membentuk masa depan dengan cara yang aktif dan kreatif, daripada secara pasif menerima masa lalu sebagai penentu masa depan.
Peramalan kebijakan dapat dipraktekkan secara teratur oleh badan-badan pemerintah, perusahaan swasta, dan lembaga-lembaga penelitian nirlaba. Akurasi dari peramalan adalah sensitif terhadap konteks waktu, sejarah, dan kelembagaan. Sementara prosedur kompleks tidak harus akurat atau berguna daripada peramalan ekstrapolasi sederahana dan pendapat pribadi. Peramalan dapat digunakan untuk membuat estimasi tentang tiga tipe situasi masyarakat masa depan., yakni masa depan potensial, masa depan yang masuk akal (plausible), dan masa depan normatif. Spesifikasi mengenai masa depan normatif memungkinkan analis untuk mempersempit lingkup masa depan potensial dan masuk akal. Sehingga dapat meningkatkan kesempatan bagi ramalan untuk diarahkan kepada tujuan dan sasaran yang lebih spesifik.
Adapun tujuan sasaran dapat dibandingkan dan dipertentangkan dalam hal arah tujuannya, tipe defenisi, spesifikasi periode waktu, prosedur pengukuran, dan perlakuan terhadap kelompok target. Tujuan  dan sasaran secara tidak langsung menyataka alternatif, sementara alternatif tersebut menyatakan secara tidak langsung tujuan dan sasaran. Sumber yang tersedia untuk mengidentifikasi tujuan, sasaran, dan alternatif termasuk otoritas, wawasan, metode, teori ilmiah, motivasi, kasus paralel, analogi, dan sistem etika. Pendekatan terhadap peramalan  dapat diidentifikasikan, diperbandingkan, dan dipertentangkan menurut tujuan, dasar, metode, dan hasilnya. Objek peramalan meliputi isi dan konsekuensi dari kebijakan baru dan kebijakan yang ada dan perilaku dari para pelaku kebijakan. Dasar-dasar dari peramalan (ekstrapolasi kecenderungan, teori, pendapat subjektif) berkaitan dengan tiga proses yang berbeda tapi saling berhubungan, yaitu induksi, deduksi, dan retroduksi. Jika metode-metode peramalan ratusan jumlahnya, aplikasi terhadap metode-metode tersebut menghasilkan tiga tipe hasil : proyeksi, prediksi, dan konjektur.
Pemahaman dan penggunaan teknik peramalan dibuat lebih mudah jka mereka dikelompokkan menurut tiga pendekatan : ekstrapolatif, teoritis, dan intuitif. Beberapa dari teknik peramalan ekstrapolatif yang lebih penting adalah analisis deret berkala klasik, estimasi trend linear, pembobotan eksponensial, transformasi data, dan metodologi katastropi. Ketika teknik-teknik ekstrapolatif digunakan untuk mengestimasi trend linear dan nonlinear, hal tersebut bersandar pada asumsi mengenai persistensi, regularitas, dan reliabilitas data. Teknik-teknik untuk estimasi trend linear tidak dapat diterapkan untuk berbagai macam proses terputus (discontinious) yang merupakan perhatian khusus dari metodologi katastropi dan teori kekacauan (chaos).
Banyak deret berkala tidak memenuhi kondisi linearitas, persistensi, dan regularitas. Beberapa deret berkala juga bisa terputus. Deret berkala yang tidak memenuhi satu atau lebih dari kondisi-kondisi tersebut masuk ke dalam satu dari lima kelompok berikut : oskilasi, siklis, kurve tumbuh, kurve menurun, dan katastropi. Beberapa dari teknik-teknik peramalan teoritis yang lebih penting adalah teori pemetaan, modeling kausal, analisis regresi, estimasi interval, dan analisis korelasional. Beberapa dari tekni-tekniktersebut diarahkan untuk menidentifikasi dan menjelaskan asumsi-asumsi teoritis, sementara lainnya menyediakan estimasi yang lebih baik mengenaI keadaan masyarakat di masa mendatang yang diramalkan berdasarkan teori. Tidak satupun dari teknik-teknik tersebut yang dapat memprediksi tetaoi hanya teori yang dapat melakukannya.
Beberapa dari teknik-teknik  peramalan pendapat (jugmental) yang lebih penting adalah delphi konvensional, delphi kebijakan, analisis dampak-silang, dan penaksiran fisibilitas. Beberapa dari teknik tersebut dapat digunakan untuk membuat estimasi subyektif mengenai akibat dimasi mendatang dari perubahan-perubahan dalam teknologi dan kebijakan publik. Sementara lainnya membantu membuat estimasi mengenai perilaku dari pelaku-pelaku kebijakan dalam mendukung atau menentang adopsi dan implementansi kebijakan. Kelebihan dari teknik-teknik peramalan pendapat adalah bahwa teknk-teknik tersebut membuat estimasi mengenai keadaan masyarakat di masa mendatang dimana kondisi teori yang relevan atau data yang reliable tidak tersedia. Pendekatan-pendekatan yang berbeda mengani peramalan bersifat saling melengkapi. Kelebihan dari datu pendekatan atau teknik seringkali merupakan keterbatasan dari yang lainnya., demikian sebaliknya. Perbaiakn dalam peramalan tampaknya merupakan hasil dari peramalan yang bersifat multimetode, yan mengkombinasikan berbagai bentuk penalaran logis, berbaga landasan, dan berbagai objek.

















BAB VII
HAKIKAT DAN PERAN REKOMENDASI
DALAM ANALISIS KEBIJAKAN
Metode analisis kebijakan sangat terkait dengan persoalan moral dan etika, karena rekomendasi kebijakan mengharuskan kita menentukan alternatif-alternatif mana yang paling bernilai dan mengapa demikian. Rekomedasi kebijakan menjawab pertanyaan : Apa yang harus dikerjakan ? Untuk alasan ini rekomendasi kebijakan memerlukan pendekatan yang normatif, dan tidak hanya empris atau evaluatif. Semua rekomendasi kebijakan berupa pernyataan yang bersifat tindakan, tidaka hanya tindakan yang bersifat penandaan (seperti dalam peramalan) atau evaluatif (seperti dalam evaluasi). Pernyataan yang didasarkan pada advokasi mempunyai sejumlah karakteristik tertentu. Pernyataan bersifat tindakan, prosfektif, sarat nilai dan dari segi etika bersifat kompleks. Rekomendasi berkenaan pemilihan secara bernalar dua atau lebih alternatif. Model pilihan yang sederhana meliputi defenisi masalah yang memerlukan dilakukannya suatu tindakan, perbandingan konsekuensi dua atau lebih alternatif untuk memecahkan masalah, dan rekomendasi alternatif yang paling dapat memenuhi kebutuhan, nilai, dan kesempatan.
Model pilihan yang sederhana mengandung dua elemenn utama, yaitu premis fakta dan premis nilai. Premis nilai tidak dapat dibuktikan benar atau salah dengan mengajukan premis faktual, karena pertanyaan tentang nilai atau etika membutuhkan argumen tentang mengapa suatu hasil kebijakan adalah baik atau benar untuk sejumlah orang, kelompok, atau masyarakat umum. Semua pilihan mengandung premis fakta dan premis nilai. Model pilihan sederhana menghindari kompleksitas dari kebanyakan situasi pilihan, karena model ini didasrkan pada tiga asumsi yang tidak realistis, yakni pembuat keputusan tunggal, kepastian, dan hasil yang terjadi pada suatu titik waktu. Model pilihan yang kompleks didasarkan asumsi-asumsi yang lain, seperti banyaknya pemebuat kebijakan, ketidakpastian atau resiko, dan akibat yang terus berkembang seiring berjalannya waktu. Model yang kompleks ini mencerminkan realitas sosial pembuatan kebijakan yang sesungguhnya.
Dalam berbagai situasi yang kompleks, adalah tidak mungkin untuk secara konsisten membuat ranking semua alternatif berdasarkan dua atau lebih kriteria pilihan kebijakan. Pilihan intransitip berbeda dengan pilihan transitip yang mengandung beragam tujuan yang saling berlawanan yang menjadi pegangan dari berbagai pelaku kebijakan yang berbeda. Ketidakmampauan kita untuk memuaskan kondisi dari model pilihan yang sederhana tidak berarti bahwa proses penyusunan rekomendasi tidak rasional dan tidak mungkin rasional, jika “rasionalitas” diartikan sebagai proses berargumentasi  yang bernalar yang dilakukan secara sadar untuk membuat dan mempertahankan suatu pernyataan. Sebagaian besar pilihan adalah bersifat multirasional karena pilihan tersebut mempunyai dasar rasional yang banyak pula. Bukti tentang ini ditunjukkan dengan adanya enam rasionalitas, yakni teknis, ekonomis, legal, sosial, substantif, dan erotetis. Karakteristik utama dari tipe-tipe rasioanalitas ini adalah bahwa semuanya menyangkut pemilihan yang beralasan yang didasarkan pada argumen-argumen yang eksplisit tentang perlunya mengadopsi berbagai arah tindakan yang berbeda untuk memecahkan masalah publik.
Agar pilihan menjadi rasional dan pada saat yang sama komprehensif, maka pilihan-pilinan tersebut harus memuaskan kondisi yang dilukiskan sebagai teori rasionalitas komprehensif dalam pembuatan keputusan. Rasionalitas komprehensif telah ditentang atas dasar alasan bahwa sebagian besar keputusan secara nyata adalah tidak saling terkait dan bersifat inkremental (disjointed incrementalism). Sehingga pilihan yang benar-benar demokratis adalah sangat mustahil (dalil kemustahilan dari Arrow), bahwa pilihan adalan dibatasi oleh hambatan-hambatan yang praktis, bahwa pilihan mencerminkan upaya untuk memaksimalkan tujuan yang penuh hambatan (constrained maximation), dan bahwa prosedur yang berbeda digunakan untuk jenis masalah yang berbeda (mixed scanning). Tidak satupun dari penentang rasionaltas komprehensif itu yang mengabaikan ide rasionalitas. Tetapi kita diminta untukmendefenisikan kembali rasionalitas dalam arti pilihan-pilihan yang memenuhi prinsip-prinsip inkrementalisme, perilaku mencari kepuasan (satisficing), terbaik kedua, maksimisasi hambatan, mixed scanning, dan pengabaian (awal).
Tipe-tipe pilihan yang rasional dibedakan menurut bentuk kriteria penentuan alternatif, antara lain efektivitas, efisiensi, kecukupan, perataan, daya tanggap, dan kelayakan. Hampir tidak mungkin untuk memilih diantara dua alternatif atas dasar salah satu, biaya atau efektivitas.  Hampir selalu diperlukan untuk menentukan tingkat efektivitas dan biaya yang dipandang sebagai tingkat kecukupan. Hal ini merupakan masalah besar yang tidak dapat dipecahkan dengan secara arbritrer dengan mengadopsi  kriteria tunggal tentang kecukupan. Jawaban tehadap persoalan kesejahteraan seluruh masyarakat dapat dilakukan dengan berbagai cara yang berbeda, misalnya memaksimalkan kesejahteraan individu, melindungi kesejahteraan minimal, memaksimalkan kesejahteraan bersih, memaksimalkan redistribusi kesejahteraan. Tidak  satupun dari kriteria ini dapat memuaskan sepenuhnya, karena masing-masing gagal memecahkan konflik nilai-nilai sosial.
Analisis kebijakan dapat memuaskan kriterian efektivitas, kecukupan dan keadilan, akan tetapi sampai saat ini selalu gagal untuk memuaskan kriteria daya tanggap. Hampir mirip, meskipun kriteria daya tanggap telah terpenuhi, adalah telah memungkinkan adanya pertanyaan tentang kelayakan sasaran. Kriteria kelayakan adalah sangat erat dengan rasionalitas substantif. Dalam membuat rekomendasi analis kebijakan secara khusus menjawab berbagai persoalan tentang sasaran, biaya, hambatan-hambatan, eksternalitas waktu, dan risiko serta ketidak-pastian. Pilihan publik dan swasta berbeda dalam tiga hal, yaitu hakikat proses kebijakan publik, hakikat tujuan kebijakan publik yang bersifat kolektif, dan arti barang-barang publik. Logika dari maksimisasi keuntungan dalam sektor swasta, meskipun menggunkan berbagai aspek dari analisis kebijakan, menjadi terbatas ketika kita mempertimbangkan bahwa pembuatan kebijakan publik melibatkan legitimasi pembuatan kebijakan, barang kolektif dan setengah kolektif, keterbatasan dalam pengukuran pendapatan, dan tanggungjawab publik terhadap biaya dan manfaat sosial.
Dua pendekatan utama untuk rekomendasi dalam analisis kebijakan publik adalah analisis biaya-manfaat dan analisis biaya-efektivitas. Sementara dua pendekatan tersebut berupaya untuk mengukur semua biaya dan manfaat untuk masyarakat, hanya analisis biaya-manfaat yang mengukur biaya dan manfaat dalam bentuk uang sebagai unit nilai. Biaya dan manfaat ada beberapa jenis : dalam dan luar; yang terlihat dan yang tak terlihat; yang utama dan yang sekunder; serta yang nyata dan yang palsu. Dalam melakukan analisis biaya-manfaat adalah perlu untuk melengkapi serangkaian langkah-langkah sebagai berikut : spesifikasi sasaran, identifikasi alternatif, pengumpulan, analisis dan interpretasi informasi, spesifikasi kelompok sasaran, identifikasi tipe-tipe biaya dan manfaat, melakukan diskonting terhadap biaya dan manfaat, spesifikasi kriteria untuk rekomendasi, dan rekomendasi itu sendiri. Kriteria kecukupan seringkali dilakuka menggunakan analisis biaya-manfaat yang bersifat tradisional berupa manfaat bersih dan rasio biaya-manfaat. Dalam analisis biaya manfaat yang bersifat kontemporer, kriteria ini ditambah dengan kriteria redistribusional.
Analisis biaya-efektivitas tepat digunakan jika sasaran-sasaran tidak dapat diungkapkan dalam bentuk pendapatan bersih. Pekerjaan dalam melakukan analisis biaya-efektivitas mirip dengan apa yang dibutuhkan dalam analisis biaya-manfaat, dengan dua pengecualian. Hanya biaya yang didiskon terhadap nilai yang sekarang, dan kriteria yang paling sering digunakan adalah biaya terkecil dan efekitvitas maksimal. Beberapa metode dan teknik yang bermanfaat telah tersedia untuk melengkapi pekerjaan dalam melakukan analisis biaya-manfaat. Beberapa teknik ini dibuat untuk menyusun permasalahan (analisis batasan, analisis klasifikasi, analisis hirarki, analisis multi persfektif, analisis argumentasi, dan pemetaan argumentasi). Metode-metode yang lain dan teknik yang lain adalah spesifik untuk analisis biaya-manfaat dan biaya efektivitas, pemetaan sasaran, penjelasan nilai, kritik nilai, dan menyusun elemen biaya, penilaian biaya, harga bayangan, diskonting, analisis fisibilitas, pemetaan hambatan, analisis sensitivitas, analisis fortiori, dan analisis plausibilitas.
Metode analisis kebijakan untuk rekomendasi kebijakan menyertakan di dalamnya ketidakpastian. Beberapa yang penting berasal dari ketiadaan konsensus tentang nilai-nilai sosial dan prinsip-prinsip etika. Sumber lain yang penting dari munculnya ketidakpastian ini adalah ketidak-lengkapan pengetahuan tentang hubungan sebab-akibat, lemahnya data, dan ketidak-akuratan prosedur pengukuran. Ketidak-pastian yang bersumber dari konflik nilai paling tepat dianggap sebaga persoalan debat etika, dan bukan sebagai pertanyaan teknis dan ekonomis. Plausibilitas mengenali tantangan ketidak-pastian dengan cara mempertentangkan rekomendasi dengan sejumlah pernyataan yang berlawanan. Ada paling sedikit sepuluh ancaman plausibilitas rekomendasi kebijakan yang dikembangkan atas dasar analisis biaya-manfaat danmetode-metode yang lain, yaitu sebagai berikut : invaliditas, inefisiensi, ketidak-efektifan, eksklusifitas, ketidak-sanggupan, illegalitas, ketidak-adilan, ketidakcukupan, dan kesalahan dalam formulasi. Ancaman-ancaman terhadap plausibilitas ini relevan untuk hampir semua rekomendasi kebijakan yang berupaya melakukan perubahan (reformasi) melalui regulasi, alokasi, atau relokasi sumberdaya.



BAB VIII
SIFAT, TUJUAN, DAN FUNGSI EVALUASI
            Pemantauan menjawab pertanyaan: apa yang terjadi, bagaimana, dan mengapa? Sebaliknya evaluasi menjawab pertanyaan: [ebedeaan apa yang terjadi? Jika evaluasi mempunyai beberapa arti umum (penaksiran dan penilaian). Evaluasi dalam arti yang lebih spesifik berarti pembuatan informasi mengenai seberapa jauh suatu hasil kebijakan member konstribusi terhadap pencapaian tujuan-tujuan dan sarana. Ketika hasil kebijakan bekerja dalam kenyataanya menyumbang pada pencapaian tujuan dan sasaran, kita mengatakan bahwa kebijakan atau program telah mencapai tingkat kinerja yang signifikan, yang berarti bahwa masalah-masalah kebijakan paling kurang setengah terpecahkan.
            Avaluasi mempunyai beberapa karakteristik yang membedakannya dari metode-metode analisis kebijakan yang lain, titik berat kepada nilai hubungan ketergantungan antara nilai dan fakta,: orientasi masa kini dan masa lalu: dan dualitas nilai. Fungs-fungsi utama dari evaluasi dalam analisis kebijakan adalah penyediaan informasi yang valid dan dapat dipercaya mengenai kinerja kebijakan, kejelasan dan kritik nilai-nilai yang mendasari pilihan tujuan dan sasaran dan penyediaan informasi bagi perumusan masalah dan inferensi praktis.
            Criteria untuk evalusi kebijakan sama sebagaimana criteria untuk rekomendasi kebijakn efektifitas, astimasi, kecukupan, kesamaan, daya tanggap, dan kelyakan. Satu-satunya perbedaan yang ada adlah bahwa dalam evaluasi kebijakan criteria ini diterapkan secara restropektif terhadap hasil kebijakan, bukan secara prospektif terhadap aksi-aksi kebijakan. Semua tuntutan evalusi meliputi premis factual dan premis nilai. Sementara itu banyak kegiatan yang diterapkan sebagai evalusi dalam analisis kebijakan adalah secara esensial bersifat bukan evaluatif karena kegiatan-kegiatan tersebut terutama dititik beratkan pada pembuatan tuntutan designative (factual), buakn tuntutan evaluative.
            Terdapat tiga pendekatan utama evalusi dalam anlaisis kebijakn: evaluasi semu, evlauasi formal, dan evalusi teoritis keputusan. Masing-masing pendekatan ini mempunyai tujuan, asumsi dan bentuk yang berbeda. Evalusi semu sama dengan pemantauan, meskipun evalusi formal dan evaluasi teoritis keputusan menganggap bahwa pemantauan telah dilakukan. Evalusi teoritis keputusan adalah cara yang perlu diperhitungakn dan dapat mengatasi sejumlah kelmahan dari evalusi semu dan evaluasi formal: kurang memamfaatkan dan tidak memamfaatkan kinerja informs: ambiguitas tujuan kinerja dan berbagai tujuan yang saling bertentangan.
            Hampir semua teknik untuk mengevalusi kinerja kabijakn dapt juga digunakan dalam hubungannya dengan metode-metode analisis kebijakan lainnya. Hal ini menegaskan ketergantungan diantara metode-metode analsis kebijakan. Hanya satu teknik analsis survey pemakai belum dijelaskan dalam hubungannya dengan metode-metode lain. Analsis survai pemakai digunakan dalam hubungannya dengan avaluabilitas penaksiran sebagai satu bentuk evalusi teoritis keputusan. Perbedaan antara aspek-aspek kognitif dan politis dari proses kebijakan adalah untuk memahami pemamfaatan dan kurang atau tidak dimamfatkannya kinerja informasi oleh pembuat kebijakan.
            Pemamfaatan informasi ditentukan oleh faktor-kaktor yang bersifat politis organisasional, dan sosial, dan bukan yang hanya bersifat metodologis atua teknis. Faktor-faktor tersebut apat dikelompokan ke dalam 5 macam: karakteristik infomasi, strktur maslah kebijakan, sturktur birokrasi dan politik, dan sifat interaksi di antara analisis kebijakan, pembuat kebijakan, dan pelaku kebijakan lainnya. Sifat interaktif analisis kebijakan menimbulkan keraguan tentang pemamfaatan informasi dari masalah yang sangat komplek. Karena sebagian besar masalah-masalah kebijakan bersifat kompleks, berantakan, atau rumit, model pemecahan masalah dalam analasis kebijakan menjadi tidak layak dan tidak dapat diteapkan. Karena itu analisis kebijakan dijelaskan dalam buku ini sebagai proses pengkajian yang terintegrasi dimana berbagai metode digunakan secara terus menerus untuk menghasilkan, mentransformasikan, dan menginterpretasikan informasi sebagai bagian dari argumen-argumen dan debat diantara pelaku kebijakan dalam proses kebijkan.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar