Selasa, 27 November 2012

KOSONG

Kosong..
Jiwa ini sungguh kosong
Ditengah kehampaan duniawi

Kosong..
Hati ini sungguh kosong
Terasa hampa di gurun pasir

Sebuah tanya yang selalu tak terjawab
Sebuah kalimat yang tak bermakna
Sebuah kata yang buram

Merasuk jauh kedalam logika berpikirku
Menusuk tajam dalam emosi batinku
Menjelma dalam insting naluriku

Benar..aku tak berguna
Sama sekali tak berguna
Bahkan lebih tak berguna daripada sampah

Tak ada yang bisa menafikkan
Momentum yang tak lagi berpihak kepada nalarku
Hidupku saat ini hanyalah sebuah kekosongan

Selasa, 10 Juli 2012

Jeritan Batin

saat ku terbangun dari memori keterpurukan batin
dalam sekejap aku tak mengerti diriku sendiri
tentang apa yang aku lakukan di sini
tentang sesuatu yang menjadikanku seperti ini

kucoba menyelami segala seluk-beluk
namun hanya cahaya redup yang terlihat
tampak samar dalam kejelasan yang buram
semakin buram dan semakin buram

benar..bayangan itu terpendam sekian lama
memenjarakan suara-suara kepedihan
dalam harmoni indah
yang semakin terdengar dikeheningan malam

sungguh terkadang harsat ini
ingin selalu tersenyum dalam dusta
menafikkan realita dengan asumsi-asumsi
walau terasa pedih tapi tetap mengalir

Minggu, 08 Juli 2012

Penerapan Good Governance di Makassar


BAB I
PENDAHULUAN
A.   LATAR BELAKANG
Kota Makassar mempunyai kedudukan strategis sebagai pusat pelayanan dan pengembangan di Propinsi Sulawesi Selatan bahkan sebagai pusat pelayanan bagi Kawasan Timur Indonesia. Hal tersebut mempunyai konsekuensi bagi Pemerintah Kota Makassar dalam mengelola berbagai potensi yang ada serta mengatasi kendala dan tantangan yang dihadapi. Terlebih lagi jika dikaitkan dengan kebesaran Makassar pada masa lalu yang tidak hanya dikenal sebagai kota besar di nusantara, tetapi juga sebagai salah satu kota besar dunia karena keterbukaan akses Makassar terhadap perdagangan internasional.
Bagi Kota Makassar, dua kecenderungan di atas dapat mendorong pengembangan dan pemanfaatan potensi kota karena memiliki potensi sumberdaya manusia, khususnya yang strategis dan ketersediaan berbagai infrastruktur kota. Namun demikian, juga dapat menciptakan beban karena dalam kenyataannya Makassar juga dihadapkan pada masalah perkotaan yang cukup kompleks. Diantara masalah tersebut yang cukup mendasar adalah; kualitas manusia yang masih relatif terbatas, potensi ekonomi yang belum berkembang secara optimal, kualitas dan ketersediaan infrastrukutur kota yang masih terbatas dibandingkan dengan dinamika kebutuhan masyarakat serta tuntututan atas penyelenggaraan tata pemerintahan yang baik (good governance).
Dalam rangka meningkatkan dan atau mempertahankan kinerja organisasi menghadapi perkembangan perubahan lingkungan strategis yang sangat dinamis serta faktor-faktor berpengaruh yang berubah dengan cepat dan sering tidak terduga, maka dikembangkan model perencanaan strategis yang intinya mengacu pada visi, misi, dan program berbasis pada analisis lingkungan strategis dan isu-isu strategis. Rencana strategis ini diharapkan dapat memfasilitasi komunikasi dan peran serta para pihak terkait. Dalam artian bahwa para pihak tersebut dapat mengakomodasi berbagai kepentingan yang berbeda, dan sekaligus dapat dijadikan sebagai pedoman dalam perencanaan, pelaksanaan, evaluasi dan pengawasan pencapaian kinerja.
Hal ini sejalan dengan perubahan paradigma tata pemerintahan yang baik (good governance) yang menekankan antara lain pada unsur-unsur transparansi, konsistensi, akuntabilitas, dan partisipasi. Sehingga segala tindakan yang dilakukan selayaknya dapat dipertanggung-jawabkan, sesuai maksud Peraturan Pemerintah 108 Tahun 2000 tentang Tata Cara Pertanggungjawaban Kepala Daerah yang menekankan adanya pertanggungjawaban publik atas kegiatan-kegiatan strategis yang dilaksanakan oleh pemerintah daerah.
Terlepas dari itu, paradigma mengenai Good Governance masih menuai kontroversi dimata khalayak. Seperti yang didefinisikan oleh World Bank sebagai berikut: Good Governance adalah suatu penyelenggaraan manajemen pembangunan yang solid dan bertanggung jawab yang sejalan dengan prinsip demokrasi dan pasar yang efisien, penghindaran salah alokasi dana investasi, dan pencegahan korupsi baik secara politik maupun administratif, menjalankan disiplin anggaran serta penciptaan legal and political framework bagi tumbuhnya aktivitas usaha. Namun esensi yang mesti kita pahami tentang  Good Governance yaitu bentuk pengelolaan pemerintahan yang baik sesuai kaidah-kaidah tertentu dengan prinsip-prinsip dasar Good Governance itu sendiri.
Melihat kondisi kekinian di kota Makassar dengan pertimbangan-pertimbangan yang telah dipaparkan diatas menjadi tantangan tersendiri ketika Pemkot Makassar diperhadapkan dengan sistem Good Governance. Ada banyak sekali hambatan-hambatan yang mesti di hadapi baik untuk pemerintah maupun masyarakat kota sendiri yang begitu kompleks. Masalah pendidikan, pelayanan kesehatan, pelayanan KTP, kemiskinan, anak-anak jalanan, kemacetan, konflik etnis dan masih banyak lagi persoalan yang menjadi barometer terhadap penerapan Good Governance.
Menyikapi pemaparan diatas saya tertarik mengangkat sebuah judul makalah “Penerapan Good Governance di Kota Makassar” untuk dijadikan topik permasalahan dalam makalah ini.
B.   RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan uraian sebelumnya maka penulis merumuskan masalah yang akan dibahas sebagai berikut.
1.    Apa visi-misi pemerintah kota Makassar tahun 2004-2009 ?
2.    Bagaimana isu-isu dan analisis lingkungan sosial kota Makassar saat ini ?
3.    Bagaimana kebijakan dan strategi pemerintah kota Makassar periode 2004-2009 dalam menyikapi paradigma baru Good Gevernance ?



BAB II
KAJIAN TEORI
A.   KONSEP GOOD GOVERNANCE
Istilah good governance mulai dikenal luas di Indonesia sejak tahun 1990-an terutama seiring interaksi dengan negara-negara pemberi pinjaman dan hibah yang selalu menyoroti kondisi objektif perkembangan ekonomi dan politik Indonesia. Istilah governance sering dikaitkan dengan kebijakan pemberian bantuan atau pinjaman dengan menjadikan masalah tata pemerintahan sebagai salah satu aspek penting yang dipertimbangkan dalam pengucuran pinjaman ataupun hibah.
Menurut United Nation Economic and Social Commission for Asia and the Pacific (UNESCAP) seperti dikutip oleh Safri Nugraha:[1]
Pada dasawarsa terakhir, berkembang istilah governance dan good governance yang berkaitan dengan pelaksanaan pemerintahan dalam suatu negara. Secara umum, governance adalah proses pembuatan keputusan dan proses bagaimana keputusan diimplementasikan atau tidak di berbagai tingkat pemerintahan. Istilah governance dapat digunakan dalam berbagai keperluan seperti corporate governance, international governance, national governance, dan local governance. Pemerintah merupakan salah satu pelaku dari governance, sedangkan pelaku lainnya adalah lembaga swadaya masyarakat, tokoh masyarakat, tokok agama, universitas, koperasi, dan pihak yang terkait lainnya.





Sementara menurut pendapat Bob Sugeng Hadiwinata, asumsi dasar good governance haruslah menciptakan sinergi antara sektor pemerintah (menyediakan perangkat aturan dan kebijakan), sektor bisnis (menggerakkan roda perekonomian), dan sektor civil society (aktivitas swadaya guna mengembangkan produktivitas ekonomi, efektifitas, dan efisiensi).[2]
Masih banyak lagi ‘tafsir’ Good Governance yang diberikan oleh berbagai pihak. Seperti yang didefenisikan oleh World Bank sebagai berikut:
Good Governance adalah suatu penyelenggaraan manajemen pembangunan yang solid dan bertanggung jawab yang sejalan dengan prinsip demokrasi dan pasar yang efisien, penghindaran salah alokasi dana investasi, dan pencegahan korupsi baik secara politik maupun administratif, menjalankan disiplin anggaran serta penciptaan legal and political framework bagi tumbuhnya aktivitas usaha. Namun untuk ringkasnya Good Governance pada umumnya diartikan sebagai pengelolaan pemerintahan yang baik. Kata ‘baik’ disini dimaksudkan sebagai mengikuti kaidah-kaidah tertentu sesuai dengan prinsip-prinsip dasar Good Governance.

2. PRINSIP-PRINSIP GOOD GOVERNANCE
UNDP merekomendasikan beberapa karakteristik governance, yaitu legitimasi politik, kerjasama dengan institusi masyarakat sipil, kebebasan berasosiasi dan berpartisipasi, akuntabilitas birokratis dan keuangan (financial), manajemen sektor publik yang efisien, kebebasan informasi dan ekspresi, sistem yudisial yang adil dan dapat dipercaya.
Sedangkan World Bank mengungkapkan sejumlah karakteristik good governance adalah masyarakat sispil yang kuat dan partisipatoris, terbuka, pembuatan kebijakan yang dapat diprediksi, eksekutif yang bertanggung
jawab, birokrasi yang profesional dan aturan hukum.
Asian Development Bank sendiri menegaskan adanya konsensus umum bahwa good governance dilandasi oleh 4 pilar yaitu (1) accountability, (2) transparency, (3) predictability, dan (4) participation.[3]
Jelas bahwa jumlah komponen atau pun prinsip yang melandasi tata pemerintahan yang baik sangat bervariasi dari satu institusi ke institusi lain, dari satu pakar ke pakar lainnya. Namun paling tidak ada sejumlah prinsip yang dianggap sebagai prinsip-prinsip utama yang melandasi good governance, yaitu sebagai berikut.
1.    Akuntabilitas
Prof Miriam Budiardjo mendefinisikan akuntabilitas sebagai “pertanggungjawaban pihak yang diberi mandat untuk memerintah kepada mereka yang memberi mandat itu.”[4] Akuntabilitas bermakna pertanggungjawaban dengan menciptakan pengawasan melalui distribusi kekuasaan pada berbagai lembaga pemerintah sehingga mengurangi penumpukkan kekuasaan sekaligus menciptakan kondisi saling mengawasi (checks and balances sistem). Lembaga pemerintahan yang dimaksud adalah eksekutif (presiden, wakil presiden, dan kabinetnya), yudikatif (MA dan sistem peradilan) serta legislatif (MPR dan DPR). Peranan pers yang semakin penting dalam fungsi pengawasan ini menempatkannya sebagai pilar keempat.



2.    Transparansi
Transparansi adalah prinsip yang menjamin akses atau kebebasan bagi setiap orang untuk memperoleh informasi tentang penyelenggaraan pemerintahan, yakni informasi tentang kebijakan, proses pembuatan dan pelaksanaannya, serta hasil-hasil yang dicapai.[5]
Transparansi yakni adanya kebijakan terbuka bagi pengawasan. Sedangkan yang dimaksud dengan informasi adalah informasi mengenai setiap aspek kebijakan pemerintah yang dapat dijangkau oleh publik. Keterbukaan informasi diharapkan akan menghasilkan persaingan politik yang sehat, toleran, dan kebijakan dibuat berdasarkan pada preferensi publiK.
3.    Partisipasi Masyarakat
Partisipasi adalah prinsip bahwa setiap orang memiliki hak untuk terlibat dalam pengambilan keputusan di setiap kegiatan penyelenggaraan pemerintahan. Keterlibatan dalam pengambilan keputusan dapat dilakukan secara langsung atau secara tidak langsung.







BAB III
PEMBAHASAN
A.   VISI-MISI PEMERINTAH KOTA MAKASSAR
Visi merupakan wujud atau bentuk masa depan yang diharapkan. Rumusan visi mencerminkan kebutuhan yang fundamental dan sekaligus merefleksikan dinamika pembangunan dari berbagai aspek. Dalam konteks itu, Kota Makassar telah menetapkan visi sebagaimana tertuang dalam Pola Dasar Pembangunan Kota Makassar dengan rumusan : Makassar adalah Kota Maritim, Niaga, Pendidikan Budaya dan jasa yang berorientasi global, berwawasan lingkungan dan paling bersahabat”. Selanjutnya Visi jangka panjang tersebut perlu dijabarkan dalam Visi lima tahunan Pemerintah Kota Makassar, sebagai upaya mewujudkan visi jangka panjang dan sikap konsistensi Pemerintah Kota, sehingga tercipta kesinambungan arah pembangunan. Memperhatikan kewenangan otonomi daerah sesuai Undang-undang Nomor 22 tahun 1999 serta memperhatikan perkembangan lingkungan strategis dengan posisi Makassar sebagai Kota Maritim, sebagai simpul kegiatan Niaga dan Pendidikan di Kawasan Timur Indonesia, serta dengan dukungan nilai-nilai budaya yang menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia, maka dirumuskan Visi Pemerintah Kota Makassar Tahun 2009 sebagai berikut : Terwujudnya Makassar sebagai Kota Maritim, Niaga, Pendidikan yang Bermartabat dan Manusiawi”. Visi tersebut di atas mengandung makna :
1.    Terwujudnya kota Maritim yang tercermin pada tumbuh berkembangnya budaya bahari dalam kegiatan sehari-hari dan dalam pembangunan yang mampu memanfaatkan daratan maupun perairan secara optimal dengan tetap terprosesnya peningkatan kualitas lingkungan hidupnya ;
2.    Terwujudnya atmosfir perNiagaan yang aman, lancar dan mantap bagi pengusaha kecil, menengah maupun besar ;
3.    Terwujudnya atmosfir Pendidikan yang kondusif dalam arti adil dan merata bagi setiap golongan dan lapisan masyarakat, yang relevan dengan dunia kerja, yang mampu meningkatan kualitas budi pekerti, dan yang relevan dengan pengembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK);
4.    Terwujudnya Makassar sebagai kota maritim, niaga dan pendidikan ini dilandasi oleh Martabat para aparat Pemerintah Kota, warga kota dan pendatang yang Manusiawi dan tercermin dalam peri kehidupannya yang menjaga keharmonisan hubungan manusia dengan Tuhan, hubungan manusia dengan manusia dan hubungan manusia dengan alam.
Berdasarkan Visi Pemerintah Kota Makassar tersebut di atas yang pada hakekatnya di arahkan untuk mendukung terwujudnya Visi Kota Makassar kedepan, maka dirumuskan misi Pemerintah Kota Makassar sebagai berikut :
1.    Mengembangkan kultur maritim dengan dukungan infrastruktur bagi kepentingan lokal, regional, nasional dan internasional;
2.    Mendorong tumbuhnya pusat-pusat perniagaan melalui optimalisasi potensi lokal;
3.    Mendorong peningkatan kualitas manusia melalui pemerataan pelayanan pendidikan, peningkatan derajat kesehatan dan kesejahteraan masyarakat;
4.    Mengembangkan apresiasi budaya dan pengamalan nilai-nilai agama berbasis kemajemukan masyarakat;
5.    Mengembangkan sistem pemerintahan yang baik, bersih dan berwibawa melalui peningkatan professionalisme aparatur;
6.    Mendorong terciptanya stabilitas, kenyamanan dan tertib lingkungan;
7.    Peningkatan infrastruktur Kota dan pelayanan publik.
B.   ISU-ISU DAN ANALISIS STRATEGI KOTA MAKASSAR
1)    Isu-isu Lingkungan Kota Makassar
Isu-isu strategis merupakan rumusan terhadap respons kondisi obyektif yang melingkupi Kota Makassar dalam kaitannya dengan kecenderungan global, nasional dan regional.
a.    Globalisasi
Makassar ke depan akan turut serta dalam proses globalisasi yang ditandai dengan kompetisi yang semakin ketat. Karena itu implikasi-Implikasi dari globalisasi tersebut akan menjadi bagian dari perkembangan Makassar, karena itu isu strategis paling mendasar adalah berkaitan dengan peningkatan daya saing dan kompetensi dalam menghadapai perubahan global.
b.    Otonomi Daerah
Kebijakan otonomi daerah akan menjadi bagian penting dalam penyelenggaraan pemerintahan, pelaksanaan pembangunan dan pembinaan kemasyarakatan. Dengan posisi Makassar sebagai ibukota Propinsi Sulawesi Selatan, maka isu pokok yang berkaitan dengan otonomi daerah ini adalah menjadikan Makassar sebagai pusat pelayanan dalam rangka optimalisasi penyelenggaraan pemerintahan, pelaksanaan pembangunan dan pembinaan kemasyarakatan.
c.    Kemajemukan Warga Kota
Makassar dihuni oleh penduduk dengan berbagai latar belakang social dan budaya. Karakteristik Ini dapat menjadi salah satu faktor dinamisasi perkembangan kota pada satu sisi dan sekaligus menjadi faktor pemicu kerentanan sosial, politik, dan lingkungan.
d.    Pengembangan Kawasan Kota
Makassar pada satu sisi diharapkan dapat berkembang secara pesat sebagai kota yang berwawasan lingkungan dan bersahabat, sedang pada sisi lain kota ini dihadapkan pada berbagai masalah seperti ketimpangan antar kawasan, inkonsistensi pelaksanaan tata ruang, maraknya kawasan kumuh dan potensi kelautan yang belum dikembangkan secara optimal.
2)    Analisis Strategis Lingkungan Kota Makassar
Penyelenggaraan tugas-tugas pemerintahan, pembangunan dan kemasyarakatan Pemerintah Kota Makassar bertumpu pada isu-isu strategis, analisa faktor-faktor strategis baik internal maupun eksternal dari lingkungan organisasi yang berpengaruh terhadap pencapaian kinerja pembangunan. Analisis tersebut dilakukan dengan menggunakan pendekatan Resourses (Sumberdaya), Organitation (Organisasi) and Norm (Norma) disingkat “RON” yang ada dan tumbuh serta berkembang dalam masyarakat.

a.    Analisis Lingkungan Internal.
Lingkungan internal berpengaruh terhadap kinerja pembangunan yang secara umum dapat dikendalikan secara langsung. Untuk mengoptimalkan kekuatan dan menganalisa kelemahan dalam menunjang perumusan kebijakan, program dan pelaksanaan kegiatan.
1.    Kekuatan.
·         Potensi sumberdaya manusia yang cukup memadai;
·         Letak geografis wilayah yang sangat strategis dan sebagai ibukota propinsi;
·         Tersedianya infrastruktur sosial ekonomi yang memadai;
·         Potensi usaha perdagangan dan jasa yang memadai;
·         Potensi modal transportasi yang memadai;
·         Suasana politik yang stabil, kearifan sosial yang berakar pada nilai-nilai budaya dan agama yang kuat
2.    Kelemahan.
·         Pemerataan pelayanan pendidikan, kesehatan dan lapangan kerja belum memadai;
·         Potensi sumberdaya kelautan dan perikanan belum dikelola secara optimal;
·         Kebersihan dan keindahan kota belum memadai sebagai tempat hunian yang indah, bersih dan menarik ;
·         Kualitas sumber daya manusia di bidang industri dan jasa masih rendah;

b.    Analisis Lingkungan Eksternal.
Lingkungan eksternal dalam hal ini dimaksudkan adalah faktor lingkungan yang dapat berpengaruh pada kinerja pembangunan daerah dan secara umum tidak dapat dikendalikan, disatu sisi merupakan peluang yang dapat dimanfaatkan dan pada sisi lain merupakan tantangan yang harus dihadapi.
1.    Peluang
·         Posisi Kota Makassar sebagai salah satu pusat perdagangan dan jasa di Kawasan Timur Indonesia (KTI) termasuk pembangunan bidang kelautan dan perikanan;
·         Terbukanya perdagangan bebas yang memungkinkan produk unggulan Kota Makassar mendapatkan pasar yang lebih luas;
·         Adanya kerjasama antar daerah khususnya dalam kawasan Maros, Makassar, Sungguminasa dan Takalar (MAMMINASATA) yang mendukung pengembangan daerah dan kegiatan ekonomi antar daerah;
·         Aksessibilitas Kota Makassar yang terbuka untuk interkoneksitas regional, nasional dan internasional.
2.    Tantangan
·         Persaingan yang tinggi di pasar global menuntut peningkatan daya saing produk;
·         Kuatnya daya saing tenaga professional yang memasuki pasar kerja Nasional dan Daerah;
·         Kecenderumgan global yang makin memerlukan pentingnya penerapan azas keberlanjutan dalam pembangunan;
·         Sumberdaya finansial dan tenaga kerja professional mudah mengalir ke luar daerah;
·         Arus informasi global mudah mempengaruhi prilaku dan tatanan kehidupan masyarakat.
c.    Analisis Lingkungan strategis Organisasi.
Lingkungan internal merupakan faktor lingkungan yang berpengaruh pada kinerja organisasi dan secara umum dapat dikendalikan secara langsung oleh Pemerintah Kota Makassar, baik dalam kekuatan maupun dalam kelemahan.
1.    Kekuatan.
·         Jumlah sumberdaya aparatur cukup memadai;
·         Komitmen untuk mengembangkan dan memberdayakan kelembagaan pemerintah dan masyarakat;
·         Sarana dan prasarana perkantoran yang memadai;
·         Motivasi kerja sebagian aparat cukup tinggi.
2.    Kelemahan.
·         Struktur organisasi Pemerintah Kota Makassar yang belum efisien dan efektif;
·         Tugas dan fungsi pada unit-unit organisasi belum terkoordinasi dan terintegrasi secara proporsional;
·         Kelembagaan pemerintah yang kurang transparan, efektif, konsisten dan akuntabel;
·         Belum terciptanya distribusi kewenangan Pemerintah Kota ke Pemerintah Kecamatan.

3.    Peluang.
·         Otonomi luas memberikan kebebasan yang memungkinkan pemerintah daerah menata dan mengelola pemerintahan daerah menjadi pemerintahan yang baik (good government) dan dalam kerangka tata pemerintahan yang baik (good governance);
·         Budaya politik masyarakat Kota Makassar berakar pada nilai budaya lokal, memungkinkan pelaksanaan pembangunan berjalan dengan baik dan berkesinambungan;
·         Terbukanya perdagangan bebas, adanya desentralisasi lebih memudahkan Pemerintah Kota Makassar memfasilitasi pelaku ekonomi dalam mengembangkan jaringan kerja (Networking);
·         Kerjasama Pemerintah Kota Makassar dengan daerah lainnya memungkinkan berkembangnya sinergitas pelaku ekonomi regional;
4.    Tantangan.
·         Dinamika masyarakat Kota Makassar yang heterogen, menuntut kemampuan kepemimpinan yang proaktif, responsive dan konsisten;
·         Masyarakat Kota Makassar yang maju menuntut pelayanan transparan, konsisten dan akuntabel;
·         Perkembangan lingkungan strategis mengarah pada perdagangan bebas, menuntut kemampuan mekanisme pelayanan publik sesuai standar International Standar Organitation (ISO).
·         Dinamika kelembagaan pemerintah yang tinggi menuntut kemampuan bagi aparat dalam melaksanakan pengawasan, pembinaan dan fasilitasi;
·         Kebijakan pemerintah pusat yang masih sentralistik dan kurang konsisten menyulitkan pemerintah kota dalam mengelola pelayanan secara efisien dan efektif;
C.   STRATEGI DAN KEBIJAKAN PEMERINTAH KOTA MAKASSAR DALAM MENYIKAPI PARADIGMA BARU GOOD GOVERNANCE
1)    Strategi
Dalam rangka pencapaian Visi dan Misi yang berbasis Good Governance maka pemerintah kota Makassar merumuskan beberapa strategi, yaitu :
a.    Pemerataan.
Dimaksudkan agar pemerataan terciptanya kualitas manusia dapat dilakukan melalui pelayanan pendidikan dan kesehatan, perluasan kesempatan kerja dan kesempatan berusaha, selain itu pemerataan dimaksudkan pula untuk keseimbangan pembangunan wilayah antara Makassar bagian Barat dengan wilayah Timur, Utara, Selatan dan keseimbangan pembangunan wilayah daratan dan laut serta juga untuk memberi ruang yang cukup bagi tumbuhnya partisipasi masyarakat pada berbagai bidang pembangunan.
b.    Pertumbuhan.
Dimaksudkan agar dapat tercipta pertumbuhan ekonomi yang mencakup pertumbuhan pendapatan perkapita penduduk dan peningkatan Pendapatan Asli Daerah (PAD). Sehubungan dengan itu yang hendak dikembangkan adalah tumbuhnya pendapatan masyarakat seiring dengan peningkatan PAD, sehingga mendorong kesan pembebanan terhadap masyarakat atas penyelenggaraan pembangunan dapat dieleminasi melalui peningkatan pendapatan mereka.
c.    Keserasian dan Keseimbangan.
Dimaksudkan agar heterogenitas masyarakat kota dapat dikembangkan secara serasi dan menjaga keseimbangan kepentingan yang dapat menjamin keharmonisan hubungan antara berbagai kelompok. Hal yang sama dimaksudkan pula di dalam pola hubungan kerja antara unit atau lembaga pemerintah yang mengedepankan keserasian dan keseimbangan tersebut.
d.    Interkoneksitasi.
Dimaksudkan agar dapat dikembangkan kerjasama internal kelompok/lembaga fungsional masyarakat kota, serta kerjasama eksternal lintas daerah baik antar pemerintah maupun antar pelaku ekonomi dan antar organisasi Non Pemerintah. Hal ini dimaksudkan pula sebagai sebuah instrumen dalam membangun kultur otonomi daerah yang bertumpu pada keikutsertaan berbagai elemen masyarakat dalam membangun kota dengan berbagai bentuk kerjasama.
e.    Dinamika yang Terkendali.
Dimaksudkan agar terdapat ruang yang cukup bagi tumbuh dan berkembangnya dinamika pembangunan dari dan oleh berbagai elemen masyarakat dalam kerangka hukum, budaya dan agama.
2)    Kebijakan
Sesuai dengan strategi di atas dan dengan tetap mengacu kepada Visi dan Misi pemerintah kota Makassar, maka dirumuskan pokok-pokok kebijakan Pemerintah Kota Makassar yang menjadi acuan dalam menetapkan program pembangunan lima tahun ke depan dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat sebagai berikut :
a.    Pembangunan Kualitas Manusia.
Potensi sumberdaya manusia yang ada di Kota Makassar dapat menjadi modal dasar pembangunan yang sangat penting bilamana kualitasnya dapat ditingkatkan. Oleh karena itu, kualitas sumberdaya manusia harus ditingkatkan agar mampu berpartisipasi aktif dalam mewujudkan Kota Makassar sebagai kota maritim, niaga dan pendidikan. Wujud kota idaman seperti ini, selain merupakan harapan, juga tantangan yang harus disikapi dengan semangat kuat dan kerja keras.
b.    Pembangunan Daya Saing Ekonomi Daerah.
Keunggulan komparatif yang dimiliki Kota Makassar seperti letak geografis, potensi sumberdaya alam, dan infrastruktur sosial ekonomi, tidak akan memberikan manfaat yang berarti tanpa dibarengi dengan keunggulan kompetitif. Keberadaan kedua keunggulan ini akan menjadi pondasi utama untuk membangun ekonomi Kota Makassar yang berdaya saing tinggi. Jika kedua keunggulan Kota Makassar ini dapat dibangun, maka berbagai peluang ekonomi yang ada dapat terkelola dan berproduksi secara maksimal akan mengembalikan kejayaan Makassar tempo dulu sebagai salah satu kota niaga maritim dunia

c.    Pengembangan Kawasan, Tata Ruang dan Lingkungan.
Seperti halnya kota besar lainnya, Kota Makassar juga menghadapi masalah kebersihan dan keindahan. Untuk menjadikan Makassar sebagai kota maritim, niaga dan pendidikan yang indah dan sehat, maka diperlukan adanya tata ruang kota yang memperpadukan ruang darat, laut dan udara secara harmonis, sehingga menjadi tempat berkreasi, belajar, berusaha dan beraktivitas lainnya yang indah, damai dan menarik (idaman) serta sehat dan tenteram.
d.    Pembangunan Pemerintahan dan Pelayanan Publik.
Pelayanan prima tidak dapat diwujudkan dengan hanya mengandalkan jumlah dan motivasi kerja aparat pemerintah saja. Pemberian layanan prima juga membutuhkan dukungan aparat yang profesional dan struktur organisasi yang efektif, dimana didalamnya terdapat pembagian tugas dan fungsi yang terkoordinasi dan terintegrasi secara proporsional. Oleh karena itu, agar dapat memberikan pelayanan yang diperlukan oleh masyarakat Kota Makassar sebagai kota maritim, niaga dan pendidikan, maka Kota Makassar mutlak mendapatkan dukungan kelembagaan pemerintahan yang baik.
e.    Pembangunan Politik, Hukum dan HAM.
Suasana kehidupan warga Kota Makassar akan selalu tentram dan damai bilamana nilai-nilai kearifan sosial, budaya dan agama senantiasa mewarnai segala aktivitas warga. Suasana tentram dan damai tersebut akan semakin tentram di dalam kehidupan warga Kota Makassar bilamana didukung oleh suasana kehidupan berpolitik yang demokratis, serta adanya sistem penegakan hukum dan HAM yang berkeadilan.
BAB IV
PENUTUP
A.   KESIMPULAN
Ada bayank hal yang menjadi barometer dalam hal penerapan sistem Good Governance, mulai dari latarbelakang kota Makassar yang telah dikenal dengan kota Maritim dan Niaga. Selain itu, persoalan kemajemukan kota tidak dapat disisihkan begitu saja mengingat kondisi kota yang semakin kompleks akan ragam budaya, sosial, agama, dan etnis.
Berbagai hal tersebut telah terangkum dalam permasalahan isu-isu dan kondisi lingkungan strategis kota Makassar yang memaparkan benang merah kota Makassar dalam berbagai sudut pandang. Akan tetapi, tentunya pemerintah telah merumuskan berbagai macam strategi dan kebijakan yang berorientasi pada pelaksanaan prinsip-prinsip dasar Good Governance. Strategi dan kebijakan itu tentunya bukan hanya bersifat intern terapi juga bersifat ekstern terhadap kondisi Makassar.
B.   SARAN
Dalam konteks pembangunan kota Makassar untuk mencapai kota yang berbasis prinsip Good Governance, maka penulis memberikan saran agar segala bentuk pelayan publik dapat berjalan sebagaimana yang diharapkan sesuai asas-asas Good Governance sehingga kesejahteraan masyarakat dapat tercapai.




DAFTAR PUSTAKA
Asian Development Bank. (1999). Governance : Sound Development Management.
Budiardjo, Miriam. (2000). Menggapai Kedaulatan untuk Rakyat. Bandung: Mizan
Krina, Loina Lalolo. (2003). Indikator dan Alat Ukur Prinsip Akuntabilitas, Transparansi, Partisipasi. 1(1):7-19
Nugraha, Safri. (2010). Hukum Administrasi Negara. Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia. 1(1):4.
RENSTRA Pemerintah Kota Makassar Tahun 2004-2009
Widhianto, Wahyu. (2010). Good Governance.  Fakultas Hukum Universitas Indonesia. 1(1):6-7


[1] Safri Nugraha (b), et. al., Hukum Administrasi Negara, cet. 1, (Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2005), hal. 4. 
[2] Bob Sugeng Hadiwinata, Good Governance: Konsep dan Teori, Reading Material: Demokrasi, Civil Society, (Bandung: Universitas Padjadjaran, 2007).
[3] Dikutip dari artikel “Publik Administration in the 21-st Century”, yang diterbitkan oleh Asian Development Bank
[4] Miriam Budiardjo, (1998), “Menggapai kedaulatan Untuk Rakyat”, Bandung : Mizan, hal (107-120)
[5] Buku Pedoman Penguatan Pengamanan Program Pembangunan Daerah, Badan Perencanaan Pembangunan Nasional & Departemen Dalam Negeri, 2002, hal. 18