Kosong..
Jiwa ini sungguh kosong
Ditengah kehampaan duniawi
Kosong..
Hati ini sungguh kosong
Terasa hampa di gurun pasir
Sebuah tanya yang selalu tak terjawab
Sebuah kalimat yang tak bermakna
Sebuah kata yang buram
Merasuk jauh kedalam logika berpikirku
Menusuk tajam dalam emosi batinku
Menjelma dalam insting naluriku
Benar..aku tak berguna
Sama sekali tak berguna
Bahkan lebih tak berguna daripada sampah
Tak ada yang bisa menafikkan
Momentum yang tak lagi berpihak kepada nalarku
Hidupku saat ini hanyalah sebuah kekosongan
Selasa, 27 November 2012
Selasa, 10 Juli 2012
Jeritan Batin
saat ku terbangun dari memori keterpurukan batin
dalam sekejap aku tak mengerti diriku sendiri
tentang apa yang aku lakukan di sini
tentang sesuatu yang menjadikanku seperti ini
kucoba menyelami segala seluk-beluk
namun hanya cahaya redup yang terlihat
tampak samar dalam kejelasan yang buram
semakin buram dan semakin buram
benar..bayangan itu terpendam sekian lama
memenjarakan suara-suara kepedihan
dalam harmoni indah
yang semakin terdengar dikeheningan malam
sungguh terkadang harsat ini
ingin selalu tersenyum dalam dusta
menafikkan realita dengan asumsi-asumsi
walau terasa pedih tapi tetap mengalir
dalam sekejap aku tak mengerti diriku sendiri
tentang apa yang aku lakukan di sini
tentang sesuatu yang menjadikanku seperti ini
kucoba menyelami segala seluk-beluk
namun hanya cahaya redup yang terlihat
tampak samar dalam kejelasan yang buram
semakin buram dan semakin buram
benar..bayangan itu terpendam sekian lama
memenjarakan suara-suara kepedihan
dalam harmoni indah
yang semakin terdengar dikeheningan malam
sungguh terkadang harsat ini
ingin selalu tersenyum dalam dusta
menafikkan realita dengan asumsi-asumsi
walau terasa pedih tapi tetap mengalir
Minggu, 08 Juli 2012
Penerapan Good Governance di Makassar
BAB
I
PENDAHULUAN
A. LATAR
BELAKANG
Kota
Makassar mempunyai kedudukan strategis sebagai pusat pelayanan dan pengembangan di Propinsi Sulawesi
Selatan bahkan sebagai pusat pelayanan bagi
Kawasan Timur Indonesia. Hal tersebut mempunyai konsekuensi bagi Pemerintah Kota Makassar dalam
mengelola berbagai potensi yang ada serta
mengatasi kendala dan tantangan yang dihadapi. Terlebih lagi jika dikaitkan dengan kebesaran Makassar pada masa
lalu yang tidak hanya dikenal
sebagai kota besar di nusantara, tetapi juga sebagai salah satu kota besar dunia karena keterbukaan
akses Makassar terhadap perdagangan internasional.
Bagi
Kota Makassar, dua kecenderungan di atas dapat mendorong pengembangan dan pemanfaatan potensi kota karena memiliki potensi
sumberdaya manusia, khususnya yang
strategis dan ketersediaan berbagai infrastruktur kota. Namun demikian, juga dapat menciptakan beban karena dalam
kenyataannya Makassar juga
dihadapkan pada masalah perkotaan yang cukup kompleks. Diantara masalah tersebut yang cukup mendasar
adalah; kualitas manusia yang masih relatif
terbatas, potensi ekonomi yang belum berkembang secara optimal, kualitas
dan ketersediaan infrastrukutur kota
yang masih terbatas dibandingkan dengan dinamika kebutuhan masyarakat serta tuntututan atas penyelenggaraan tata
pemerintahan yang baik (good governance).
Dalam
rangka meningkatkan dan atau mempertahankan kinerja organisasi menghadapi perkembangan perubahan
lingkungan strategis yang sangat dinamis
serta faktor-faktor berpengaruh yang berubah dengan cepat dan sering tidak terduga, maka dikembangkan model
perencanaan strategis yang intinya mengacu
pada visi, misi, dan program berbasis pada analisis lingkungan strategis
dan isu-isu strategis. Rencana strategis ini diharapkan dapat
memfasilitasi komunikasi dan peran serta
para pihak terkait. Dalam artian bahwa para pihak tersebut dapat mengakomodasi
berbagai kepentingan yang berbeda,
dan sekaligus dapat dijadikan sebagai pedoman dalam perencanaan, pelaksanaan, evaluasi dan pengawasan
pencapaian kinerja.
Hal ini
sejalan dengan perubahan paradigma
tata pemerintahan yang baik (good governance) yang menekankan antara
lain pada unsur-unsur transparansi, konsistensi, akuntabilitas, dan partisipasi. Sehingga segala
tindakan yang dilakukan selayaknya dapat
dipertanggung-jawabkan, sesuai maksud Peraturan Pemerintah 108 Tahun 2000 tentang Tata Cara Pertanggungjawaban
Kepala Daerah yang menekankan adanya pertanggungjawaban
publik atas kegiatan-kegiatan strategis yang dilaksanakan oleh pemerintah
daerah.
Terlepas dari itu, paradigma mengenai Good Governance masih menuai
kontroversi dimata khalayak. Seperti yang didefinisikan oleh World Bank sebagai
berikut: Good Governance adalah suatu penyelenggaraan manajemen
pembangunan yang solid dan bertanggung jawab yang sejalan dengan prinsip
demokrasi dan pasar yang efisien, penghindaran salah alokasi dana investasi,
dan pencegahan korupsi baik secara politik maupun administratif, menjalankan
disiplin anggaran serta penciptaan legal and political framework bagi tumbuhnya
aktivitas usaha. Namun esensi yang mesti kita pahami tentang Good Governance yaitu bentuk pengelolaan
pemerintahan yang baik sesuai kaidah-kaidah tertentu dengan prinsip-prinsip
dasar Good Governance itu sendiri.
Melihat kondisi kekinian di kota Makassar dengan
pertimbangan-pertimbangan yang telah dipaparkan diatas menjadi tantangan
tersendiri ketika Pemkot Makassar diperhadapkan dengan sistem Good Governance. Ada banyak sekali
hambatan-hambatan yang mesti di hadapi baik untuk pemerintah maupun masyarakat
kota sendiri yang begitu kompleks. Masalah pendidikan, pelayanan kesehatan,
pelayanan KTP, kemiskinan, anak-anak jalanan, kemacetan, konflik etnis dan
masih banyak lagi persoalan yang menjadi barometer terhadap penerapan Good Governance.
Menyikapi pemaparan diatas saya tertarik mengangkat sebuah
judul makalah “Penerapan Good Governance di Kota Makassar” untuk dijadikan
topik permasalahan dalam makalah ini.
B.
RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan
uraian sebelumnya maka penulis merumuskan masalah yang akan dibahas sebagai
berikut.
1.
Apa
visi-misi pemerintah kota Makassar tahun 2004-2009 ?
2.
Bagaimana
isu-isu dan analisis lingkungan sosial kota Makassar saat ini ?
3.
Bagaimana
kebijakan dan strategi pemerintah kota Makassar periode 2004-2009 dalam
menyikapi paradigma baru Good Gevernance ?
BAB
II
KAJIAN
TEORI
A. KONSEP GOOD GOVERNANCE
Istilah good governance
mulai dikenal luas di Indonesia sejak tahun 1990-an terutama seiring
interaksi dengan negara-negara pemberi pinjaman dan hibah yang selalu menyoroti
kondisi objektif perkembangan ekonomi dan politik Indonesia. Istilah governance
sering dikaitkan dengan kebijakan pemberian bantuan atau pinjaman dengan
menjadikan masalah tata pemerintahan sebagai salah satu aspek penting yang
dipertimbangkan dalam pengucuran pinjaman ataupun hibah.
Menurut United Nation
Economic and Social Commission for Asia and the Pacific (UNESCAP) seperti
dikutip oleh Safri Nugraha:[1]
Pada dasawarsa terakhir,
berkembang istilah governance dan
good governance yang berkaitan
dengan pelaksanaan pemerintahan dalam suatu negara. Secara umum, governance adalah proses pembuatan
keputusan dan proses bagaimana keputusan diimplementasikan atau tidak di
berbagai tingkat pemerintahan. Istilah governance
dapat digunakan dalam berbagai keperluan seperti corporate governance, international governance, national governance, dan
local governance. Pemerintah
merupakan salah satu pelaku dari governance,
sedangkan pelaku lainnya adalah lembaga swadaya masyarakat, tokoh masyarakat,
tokok agama, universitas, koperasi, dan pihak yang terkait lainnya.
Sementara menurut pendapat Bob Sugeng Hadiwinata, asumsi dasar good
governance haruslah menciptakan sinergi antara sektor pemerintah
(menyediakan perangkat aturan dan kebijakan), sektor bisnis (menggerakkan roda
perekonomian), dan sektor civil society (aktivitas swadaya guna
mengembangkan produktivitas ekonomi, efektifitas, dan efisiensi).[2]
Masih banyak lagi ‘tafsir’ Good Governance yang
diberikan oleh berbagai pihak. Seperti yang didefenisikan oleh World Bank sebagai
berikut:
Good
Governance
adalah suatu penyelenggaraan manajemen pembangunan yang solid dan bertanggung
jawab yang sejalan dengan prinsip demokrasi dan pasar yang efisien,
penghindaran salah alokasi dana investasi, dan pencegahan korupsi baik secara
politik maupun administratif, menjalankan disiplin anggaran serta penciptaan
legal and political framework bagi tumbuhnya aktivitas usaha. Namun untuk
ringkasnya Good Governance pada
umumnya diartikan sebagai pengelolaan pemerintahan yang baik. Kata ‘baik’
disini dimaksudkan sebagai mengikuti kaidah-kaidah tertentu sesuai dengan
prinsip-prinsip dasar Good Governance.
2. PRINSIP-PRINSIP GOOD GOVERNANCE
UNDP
merekomendasikan beberapa karakteristik governance, yaitu
legitimasi politik,
kerjasama dengan institusi masyarakat sipil, kebebasan
berasosiasi dan
berpartisipasi, akuntabilitas birokratis dan keuangan
(financial),
manajemen sektor publik yang efisien, kebebasan informasi dan
ekspresi, sistem
yudisial yang adil dan dapat dipercaya.
Sedangkan
World Bank mengungkapkan sejumlah karakteristik good
governance adalah masyarakat sispil yang kuat dan
partisipatoris, terbuka, pembuatan kebijakan yang dapat diprediksi, eksekutif yang
bertanggung
jawab, birokrasi yang profesional dan
aturan hukum.
Asian
Development Bank sendiri menegaskan adanya konsensus umum bahwa good governance dilandasi oleh 4 pilar yaitu (1)
accountability, (2)
transparency, (3)
predictability, dan (4) participation.[3]
Jelas bahwa
jumlah komponen atau pun prinsip yang melandasi tata pemerintahan
yang baik sangat bervariasi dari satu institusi ke institusi lain, dari satu pakar ke pakar lainnya. Namun paling tidak ada
sejumlah prinsip
yang dianggap sebagai
prinsip-prinsip utama yang melandasi good governance, yaitu sebagai berikut.
1.
Akuntabilitas
Prof Miriam
Budiardjo mendefinisikan akuntabilitas sebagai “pertanggungjawaban
pihak yang diberi mandat untuk memerintah kepada mereka
yang memberi mandat itu.”[4] Akuntabilitas bermakna pertanggungjawaban dengan menciptakan pengawasan melalui
distribusi kekuasaan pada berbagai lembaga
pemerintah sehingga mengurangi
penumpukkan kekuasaan
sekaligus menciptakan kondisi saling mengawasi (checks
and balances sistem). Lembaga pemerintahan yang dimaksud adalah eksekutif (presiden, wakil presiden, dan kabinetnya),
yudikatif (MA dan
sistem peradilan)
serta legislatif (MPR dan DPR). Peranan pers yang semakin penting dalam fungsi pengawasan ini menempatkannya
sebagai pilar
keempat.
2.
Transparansi
Transparansi adalah prinsip yang
menjamin akses atau kebebasan bagi setiap orang untuk memperoleh informasi
tentang penyelenggaraan pemerintahan, yakni informasi tentang kebijakan, proses
pembuatan dan pelaksanaannya, serta hasil-hasil yang dicapai.[5]
Transparansi yakni adanya kebijakan
terbuka bagi pengawasan. Sedangkan yang dimaksud dengan informasi adalah
informasi mengenai setiap aspek kebijakan pemerintah yang dapat dijangkau oleh
publik. Keterbukaan informasi diharapkan akan menghasilkan persaingan politik
yang sehat, toleran, dan kebijakan dibuat berdasarkan pada preferensi publiK.
3.
Partisipasi
Masyarakat
Partisipasi
adalah prinsip bahwa setiap orang memiliki hak untuk terlibat
dalam pengambilan
keputusan di setiap kegiatan penyelenggaraan pemerintahan. Keterlibatan dalam pengambilan keputusan
dapat dilakukan secara langsung atau secara tidak langsung.
BAB III
PEMBAHASAN
A. VISI-MISI PEMERINTAH KOTA MAKASSAR
Visi merupakan
wujud atau bentuk masa depan yang diharapkan. Rumusan visi mencerminkan kebutuhan yang fundamental dan
sekaligus merefleksikan
dinamika pembangunan
dari berbagai aspek.
Dalam konteks itu,
Kota Makassar telah menetapkan visi sebagaimana tertuang
dalam Pola Dasar Pembangunan Kota Makassar dengan rumusan : “Makassar adalah Kota Maritim, Niaga, Pendidikan
Budaya dan jasa yang
berorientasi
global, berwawasan lingkungan dan paling bersahabat”. Selanjutnya Visi jangka panjang tersebut perlu dijabarkan
dalam Visi lima
tahunan Pemerintah
Kota Makassar, sebagai upaya mewujudkan visi jangka panjang
dan sikap konsistensi Pemerintah Kota, sehingga tercipta kesinambungan arah pembangunan. Memperhatikan kewenangan otonomi daerah
sesuai Undang-undang
Nomor 22 tahun 1999
serta memperhatikan perkembangan lingkungan strategis
dengan posisi Makassar sebagai Kota Maritim, sebagai simpul kegiatan Niaga dan Pendidikan di Kawasan Timur Indonesia, serta
dengan dukungan nilai-nilai
budaya yang
menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia, maka dirumuskan
Visi Pemerintah Kota Makassar Tahun 2009 sebagai berikut : “Terwujudnya Makassar sebagai Kota Maritim, Niaga,
Pendidikan yang
Bermartabat dan
Manusiawi”.
Visi tersebut di atas
mengandung makna :
1.
Terwujudnya
kota Maritim yang tercermin pada tumbuh berkembangnya budaya bahari dalam kegiatan sehari-hari dan dalam pembangunan
yang mampu memanfaatkan daratan maupun perairan
secara optimal dengan tetap
terprosesnya
peningkatan kualitas lingkungan hidupnya ;
2.
Terwujudnya
atmosfir perNiagaan yang aman, lancar dan mantap bagi pengusaha kecil, menengah maupun besar ;
3.
Terwujudnya
atmosfir Pendidikan yang kondusif dalam arti adil dan merata bagi setiap golongan dan lapisan masyarakat, yang relevan
dengan dunia kerja, yang
mampu meningkatan
kualitas budi pekerti, dan yang relevan dengan pengembangan
Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK);
4.
Terwujudnya
Makassar sebagai kota maritim, niaga dan pendidikan ini dilandasi oleh Martabat para aparat Pemerintah Kota, warga
kota dan pendatang yang
Manusiawi dan tercermin dalam peri kehidupannya
yang menjaga keharmonisan
hubungan manusia dengan
Tuhan, hubungan manusia dengan manusia dan hubungan
manusia dengan alam.
Berdasarkan
Visi Pemerintah Kota Makassar tersebut di atas yang pada hakekatnya di arahkan untuk mendukung terwujudnya Visi
Kota Makassar kedepan,
maka dirumuskan misi
Pemerintah Kota Makassar sebagai berikut :
1.
Mengembangkan
kultur maritim dengan dukungan infrastruktur bagi kepentingan lokal, regional, nasional dan internasional;
2.
Mendorong
tumbuhnya pusat-pusat perniagaan melalui optimalisasi potensi lokal;
3.
Mendorong
peningkatan kualitas manusia melalui pemerataan pelayanan pendidikan, peningkatan derajat kesehatan dan
kesejahteraan masyarakat;
4.
Mengembangkan
apresiasi budaya dan pengamalan nilai-nilai agama berbasis kemajemukan masyarakat;
5.
Mengembangkan
sistem pemerintahan yang baik, bersih dan berwibawa melalui peningkatan professionalisme aparatur;
6.
Mendorong
terciptanya stabilitas, kenyamanan dan tertib lingkungan;
7.
Peningkatan
infrastruktur Kota dan pelayanan publik.
B.
ISU-ISU DAN ANALISIS STRATEGI KOTA
MAKASSAR
1)
Isu-isu Lingkungan Kota Makassar
Isu-isu
strategis merupakan rumusan terhadap respons kondisi obyektif yang melingkupi
Kota Makassar dalam kaitannya dengan kecenderungan global, nasional dan
regional.
a. Globalisasi
Makassar ke depan akan turut
serta dalam proses globalisasi yang ditandai dengan kompetisi yang semakin
ketat. Karena itu implikasi-Implikasi dari globalisasi tersebut akan menjadi
bagian dari perkembangan Makassar, karena itu isu strategis paling mendasar
adalah berkaitan dengan peningkatan daya saing dan kompetensi dalam menghadapai
perubahan global.
b.
Otonomi Daerah
Kebijakan otonomi daerah
akan menjadi bagian penting dalam penyelenggaraan pemerintahan, pelaksanaan
pembangunan dan pembinaan kemasyarakatan. Dengan posisi Makassar sebagai
ibukota Propinsi Sulawesi Selatan, maka isu pokok yang berkaitan dengan otonomi
daerah ini adalah menjadikan Makassar sebagai pusat pelayanan dalam rangka
optimalisasi penyelenggaraan pemerintahan, pelaksanaan pembangunan dan
pembinaan kemasyarakatan.
c. Kemajemukan
Warga Kota
Makassar dihuni oleh
penduduk dengan berbagai latar belakang social dan budaya. Karakteristik Ini
dapat menjadi salah satu faktor dinamisasi perkembangan kota pada satu sisi dan
sekaligus menjadi faktor pemicu kerentanan sosial, politik, dan lingkungan.
d. Pengembangan
Kawasan Kota
Makassar pada satu sisi
diharapkan dapat berkembang secara pesat sebagai kota yang berwawasan
lingkungan dan bersahabat, sedang pada sisi lain kota ini dihadapkan pada
berbagai masalah seperti ketimpangan antar kawasan, inkonsistensi pelaksanaan
tata ruang, maraknya kawasan kumuh dan potensi kelautan yang belum dikembangkan
secara optimal.
2)
Analisis Strategis Lingkungan Kota
Makassar
Penyelenggaraan tugas-tugas
pemerintahan, pembangunan dan kemasyarakatan Pemerintah Kota Makassar bertumpu
pada isu-isu strategis, analisa faktor-faktor strategis baik internal maupun
eksternal dari lingkungan organisasi yang berpengaruh terhadap pencapaian
kinerja pembangunan. Analisis tersebut dilakukan dengan menggunakan pendekatan Resourses
(Sumberdaya), Organitation (Organisasi) and Norm (Norma) disingkat “RON”
yang ada dan tumbuh serta berkembang dalam masyarakat.
a.
Analisis
Lingkungan Internal.
Lingkungan internal
berpengaruh terhadap kinerja pembangunan yang secara umum dapat dikendalikan
secara langsung. Untuk mengoptimalkan kekuatan dan menganalisa kelemahan dalam
menunjang perumusan kebijakan, program dan pelaksanaan kegiatan.
1.
Kekuatan.
·
Potensi
sumberdaya manusia yang cukup memadai;
·
Letak
geografis wilayah yang sangat strategis dan sebagai ibukota propinsi;
·
Tersedianya
infrastruktur sosial ekonomi yang memadai;
·
Potensi
usaha perdagangan dan jasa yang memadai;
·
Potensi
modal transportasi yang memadai;
·
Suasana
politik yang stabil, kearifan sosial yang berakar pada nilai-nilai budaya dan
agama yang kuat
2.
Kelemahan.
·
Pemerataan
pelayanan pendidikan, kesehatan dan lapangan kerja belum memadai;
·
Potensi
sumberdaya kelautan dan perikanan belum dikelola secara optimal;
·
Kebersihan
dan keindahan kota belum memadai sebagai tempat hunian yang indah, bersih dan
menarik ;
·
Kualitas
sumber daya manusia di bidang industri dan jasa masih rendah;
b.
Analisis
Lingkungan Eksternal.
Lingkungan eksternal dalam
hal ini dimaksudkan adalah faktor lingkungan yang dapat berpengaruh pada
kinerja pembangunan daerah dan secara umum tidak dapat dikendalikan, disatu
sisi merupakan peluang yang dapat dimanfaatkan dan pada sisi lain merupakan
tantangan yang harus dihadapi.
1.
Peluang
·
Posisi
Kota Makassar sebagai salah satu pusat perdagangan dan jasa di Kawasan Timur
Indonesia (KTI) termasuk pembangunan bidang kelautan dan perikanan;
·
Terbukanya
perdagangan bebas yang memungkinkan produk unggulan Kota Makassar mendapatkan
pasar yang lebih luas;
·
Adanya
kerjasama antar daerah khususnya dalam kawasan Maros, Makassar, Sungguminasa
dan Takalar (MAMMINASATA) yang mendukung pengembangan daerah dan kegiatan
ekonomi antar daerah;
·
Aksessibilitas
Kota Makassar yang terbuka untuk interkoneksitas regional, nasional dan
internasional.
2.
Tantangan
·
Persaingan
yang tinggi di pasar global menuntut peningkatan daya saing produk;
·
Kuatnya
daya saing tenaga professional yang memasuki pasar kerja Nasional dan Daerah;
·
Kecenderumgan
global yang makin memerlukan pentingnya penerapan azas keberlanjutan dalam
pembangunan;
·
Sumberdaya
finansial dan tenaga kerja professional mudah mengalir ke luar daerah;
·
Arus
informasi global mudah mempengaruhi prilaku dan tatanan kehidupan masyarakat.
c.
Analisis
Lingkungan strategis Organisasi.
Lingkungan internal merupakan faktor
lingkungan yang berpengaruh pada kinerja organisasi dan secara umum
dapat dikendalikan secara langsung oleh Pemerintah Kota Makassar, baik
dalam kekuatan maupun dalam kelemahan.
1.
Kekuatan.
·
Jumlah
sumberdaya aparatur cukup memadai;
·
Komitmen
untuk mengembangkan dan memberdayakan kelembagaan pemerintah dan masyarakat;
·
Sarana
dan prasarana perkantoran yang memadai;
·
Motivasi
kerja sebagian aparat cukup tinggi.
2.
Kelemahan.
·
Struktur
organisasi Pemerintah Kota Makassar yang belum efisien dan efektif;
·
Tugas
dan fungsi pada unit-unit organisasi belum terkoordinasi dan terintegrasi
secara proporsional;
·
Kelembagaan
pemerintah yang kurang transparan, efektif, konsisten dan akuntabel;
·
Belum
terciptanya distribusi kewenangan Pemerintah Kota ke Pemerintah Kecamatan.
3.
Peluang.
·
Otonomi
luas memberikan kebebasan yang memungkinkan pemerintah daerah menata dan
mengelola pemerintahan daerah menjadi pemerintahan yang baik (good
government) dan dalam kerangka tata pemerintahan yang baik (good
governance);
·
Budaya
politik masyarakat Kota Makassar berakar pada nilai budaya lokal, memungkinkan
pelaksanaan pembangunan berjalan dengan baik dan berkesinambungan;
·
Terbukanya
perdagangan bebas, adanya desentralisasi lebih memudahkan Pemerintah Kota
Makassar memfasilitasi pelaku ekonomi dalam mengembangkan jaringan kerja (Networking);
·
Kerjasama
Pemerintah Kota Makassar dengan daerah lainnya memungkinkan berkembangnya
sinergitas pelaku ekonomi regional;
4. Tantangan.
·
Dinamika
masyarakat Kota Makassar yang heterogen, menuntut kemampuan kepemimpinan yang
proaktif, responsive dan konsisten;
·
Masyarakat
Kota Makassar yang maju menuntut pelayanan transparan, konsisten dan akuntabel;
·
Perkembangan
lingkungan strategis mengarah pada perdagangan bebas, menuntut kemampuan
mekanisme pelayanan publik sesuai standar International Standar Organitation
(ISO).
·
Dinamika
kelembagaan pemerintah yang tinggi menuntut kemampuan bagi aparat dalam
melaksanakan pengawasan, pembinaan dan fasilitasi;
·
Kebijakan
pemerintah pusat yang masih sentralistik dan kurang konsisten menyulitkan
pemerintah kota dalam mengelola pelayanan secara efisien dan efektif;
C.
STRATEGI DAN KEBIJAKAN PEMERINTAH KOTA
MAKASSAR DALAM MENYIKAPI PARADIGMA BARU GOOD GOVERNANCE
1) Strategi
Dalam rangka
pencapaian Visi dan Misi yang berbasis Good Governance maka pemerintah kota
Makassar merumuskan beberapa strategi, yaitu :
a.
Pemerataan.
Dimaksudkan
agar pemerataan terciptanya kualitas manusia dapat dilakukan melalui pelayanan
pendidikan dan kesehatan, perluasan kesempatan kerja dan kesempatan berusaha,
selain itu pemerataan dimaksudkan pula untuk keseimbangan pembangunan wilayah
antara Makassar bagian Barat dengan wilayah Timur, Utara, Selatan dan
keseimbangan pembangunan wilayah daratan dan laut serta juga untuk memberi
ruang yang cukup bagi tumbuhnya partisipasi masyarakat pada berbagai bidang
pembangunan.
b.
Pertumbuhan.
Dimaksudkan
agar dapat tercipta pertumbuhan ekonomi yang mencakup pertumbuhan pendapatan
perkapita penduduk dan peningkatan Pendapatan Asli Daerah (PAD). Sehubungan
dengan itu yang hendak dikembangkan adalah tumbuhnya pendapatan masyarakat
seiring dengan peningkatan PAD, sehingga mendorong kesan pembebanan terhadap
masyarakat atas penyelenggaraan pembangunan dapat dieleminasi melalui
peningkatan pendapatan mereka.
c.
Keserasian
dan Keseimbangan.
Dimaksudkan
agar heterogenitas masyarakat kota dapat dikembangkan secara serasi dan menjaga
keseimbangan kepentingan yang dapat menjamin keharmonisan hubungan antara
berbagai kelompok. Hal yang sama dimaksudkan pula di dalam pola hubungan kerja
antara unit atau lembaga pemerintah yang mengedepankan keserasian dan
keseimbangan tersebut.
d.
Interkoneksitasi.
Dimaksudkan
agar dapat dikembangkan kerjasama internal kelompok/lembaga fungsional
masyarakat kota, serta kerjasama eksternal lintas daerah baik antar pemerintah
maupun antar pelaku ekonomi dan antar organisasi Non Pemerintah. Hal ini
dimaksudkan pula sebagai sebuah instrumen dalam membangun kultur otonomi daerah
yang bertumpu pada keikutsertaan berbagai elemen masyarakat dalam membangun
kota dengan berbagai bentuk kerjasama.
e.
Dinamika
yang Terkendali.
Dimaksudkan
agar terdapat ruang yang cukup bagi tumbuh dan berkembangnya dinamika
pembangunan dari dan oleh berbagai elemen masyarakat dalam kerangka hukum,
budaya dan agama.
2) Kebijakan
Sesuai dengan
strategi di atas dan dengan tetap mengacu kepada Visi dan Misi pemerintah kota
Makassar, maka dirumuskan pokok-pokok kebijakan Pemerintah Kota Makassar yang menjadi acuan dalam menetapkan
program pembangunan lima tahun ke
depan dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat
sebagai berikut :
a.
Pembangunan
Kualitas Manusia.
Potensi
sumberdaya manusia yang ada di Kota Makassar dapat menjadi modal dasar
pembangunan yang sangat penting bilamana kualitasnya dapat ditingkatkan. Oleh
karena itu, kualitas sumberdaya manusia harus ditingkatkan agar mampu berpartisipasi
aktif dalam mewujudkan Kota Makassar sebagai kota maritim, niaga dan
pendidikan. Wujud kota idaman seperti ini, selain merupakan harapan, juga
tantangan yang harus disikapi dengan semangat kuat dan kerja keras.
b.
Pembangunan
Daya Saing Ekonomi Daerah.
Keunggulan
komparatif yang dimiliki Kota Makassar seperti letak geografis, potensi
sumberdaya alam, dan infrastruktur sosial ekonomi, tidak akan memberikan manfaat
yang berarti tanpa dibarengi dengan keunggulan kompetitif. Keberadaan kedua
keunggulan ini akan menjadi pondasi utama untuk membangun ekonomi Kota Makassar
yang berdaya saing tinggi. Jika kedua keunggulan Kota Makassar ini dapat
dibangun, maka berbagai peluang ekonomi yang ada dapat terkelola dan berproduksi
secara maksimal akan mengembalikan kejayaan Makassar tempo dulu sebagai salah
satu kota niaga maritim dunia
c. Pengembangan Kawasan, Tata Ruang dan
Lingkungan.
Seperti halnya kota besar lainnya,
Kota Makassar juga menghadapi masalah kebersihan dan keindahan. Untuk
menjadikan Makassar sebagai kota maritim, niaga dan pendidikan yang indah dan
sehat, maka diperlukan adanya tata ruang kota yang memperpadukan ruang darat,
laut dan udara secara harmonis, sehingga menjadi tempat berkreasi, belajar,
berusaha dan beraktivitas lainnya yang indah, damai dan menarik (idaman) serta
sehat dan tenteram.
d. Pembangunan Pemerintahan dan Pelayanan
Publik.
Pelayanan prima tidak dapat diwujudkan
dengan hanya mengandalkan jumlah dan motivasi kerja aparat pemerintah saja.
Pemberian layanan prima juga membutuhkan dukungan aparat yang profesional dan
struktur organisasi yang efektif, dimana didalamnya terdapat pembagian tugas
dan fungsi yang terkoordinasi dan terintegrasi secara proporsional. Oleh karena
itu, agar dapat memberikan pelayanan yang diperlukan oleh masyarakat Kota
Makassar sebagai kota maritim, niaga dan pendidikan, maka Kota Makassar mutlak
mendapatkan dukungan kelembagaan pemerintahan yang baik.
e. Pembangunan Politik, Hukum dan HAM.
Suasana kehidupan warga Kota Makassar
akan selalu tentram dan damai bilamana nilai-nilai kearifan sosial, budaya dan
agama senantiasa mewarnai segala aktivitas warga. Suasana tentram dan damai
tersebut akan semakin tentram di dalam kehidupan warga Kota Makassar bilamana
didukung oleh suasana kehidupan berpolitik yang demokratis, serta adanya sistem
penegakan hukum dan HAM yang berkeadilan.
BAB
IV
PENUTUP
A.
KESIMPULAN
Ada bayank
hal yang menjadi barometer dalam hal penerapan sistem Good Governance, mulai dari latarbelakang kota Makassar yang telah
dikenal dengan kota Maritim dan Niaga. Selain itu, persoalan kemajemukan kota
tidak dapat disisihkan begitu saja mengingat kondisi kota yang semakin kompleks
akan ragam budaya, sosial, agama, dan etnis.
Berbagai hal
tersebut telah terangkum dalam permasalahan isu-isu dan kondisi lingkungan
strategis kota Makassar yang memaparkan benang merah kota Makassar dalam
berbagai sudut pandang. Akan tetapi, tentunya pemerintah telah merumuskan
berbagai macam strategi dan kebijakan yang berorientasi pada pelaksanaan
prinsip-prinsip dasar Good Governance. Strategi
dan kebijakan itu tentunya bukan hanya bersifat intern terapi juga bersifat
ekstern terhadap kondisi Makassar.
B.
SARAN
Dalam
konteks pembangunan kota Makassar untuk mencapai kota yang berbasis prinsip Good Governance, maka penulis memberikan
saran agar segala bentuk pelayan publik dapat berjalan sebagaimana yang
diharapkan sesuai asas-asas Good Governance sehingga kesejahteraan masyarakat
dapat tercapai.
DAFTAR
PUSTAKA
Asian
Development Bank. (1999). Governance :
Sound Development Management.
Budiardjo,
Miriam. (2000). Menggapai Kedaulatan
untuk Rakyat. Bandung: Mizan
Krina, Loina Lalolo. (2003). Indikator dan Alat Ukur Prinsip
Akuntabilitas, Transparansi, Partisipasi. 1(1):7-19
Nugraha, Safri. (2010). Hukum
Administrasi Negara. Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia. 1(1):4.
RENSTRA Pemerintah Kota Makassar Tahun
2004-2009
Widhianto, Wahyu. (2010). Good Governance. Fakultas Hukum Universitas Indonesia. 1(1):6-7
[1] Safri Nugraha (b), et. al., Hukum
Administrasi Negara, cet. 1, (Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia,
2005), hal. 4.
[2] Bob Sugeng Hadiwinata, Good
Governance: Konsep dan Teori, Reading Material: Demokrasi, Civil Society, (Bandung:
Universitas Padjadjaran, 2007).
[3] Dikutip dari artikel
“Publik Administration in the 21-st Century”, yang diterbitkan oleh Asian Development
Bank
[4] Miriam Budiardjo, (1998), “Menggapai
kedaulatan Untuk Rakyat”, Bandung : Mizan, hal (107-120)
[5]
Buku Pedoman
Penguatan Pengamanan Program Pembangunan Daerah, Badan Perencanaan Pembangunan
Nasional & Departemen Dalam Negeri, 2002, hal. 18
Langganan:
Postingan (Atom)